Page 390 - Kembali ke Agraria
P. 390

Kembali ke Agraria

               Kisah berulang

                   Gonjang-ganjing langkanya ketersediaan, meroketnya harga, dan
               kontroversi seputar impor pangan—kemarin beras, sekarang kedelai,
               besok entah apa—menjadi kisah berulang. Potensi alam dan modal
               sosial yang melimpah ruah ternyata belum sanggup menjadikan
               bangsa ini mandiri dalam mencukupi kebutuhannya. Kejadian ini
               selalu berulang, kita selalu terperosok ke lubang yang sama.
                   Yang paling resah akibat kelangkaan kedelai tentu ribuan
               produsen tempe yang sangat bergantung pada kedelai sebagai bahan
               bakunya. Sudah banyak pengusaha tempe gulung-tikar dan terpaksa
               merumahkan karyawannya. Pihak lain yang resah adalah masyara-
               kat penikmat tempe dan makanan olahan lain yang berbahan kedelai.
               Tanpa perlu survei, dapat dipastikan pelahap tempe di Indonesia
               bisa puluhan juta orang.
                   Tak heran, saat harga kedelai goyang seketika rakyat terguncang.
               Dampak politik dari “krisis kedelai” ini menjadikan arena kontestasi
               menjelang Pemilu 2009 kian membara. Meroketnya kedelai bisa melo-
               rotkan dukungan publik kepada pemerintah. Pilihannya, atasi gejolak
               kedelai atau selamat tinggal. Langkah menurunkan bea impor kedelai
               jelas bukan solusi paten yang menyelesaikan akar masalah. Ibarat
               obat, ini hanyalah salep yang tak akan mencabut akar penyakitnya:
               ketergantungan pada produk bahan pangan impor. Bahkan, kebi-
               jakan ini potensial melahirkan kepincangan dalam tata niaga pangan
               dan melanggengkan ketergantungan itu sendiri.
                   Berkaitan dengan itu, penulis mendorong presiden dan segenap
               jajaran pemerintahan yang terkait sektor pertanian dan pedesaan
               untuk kembali memfokuskan kebijakannya pada agenda “revitalisasi
               pertanian” dan “reforma agraria”. Kini, dibutuhkan strategi alternatif
               pembangunan pertanian yang lebih sistematis dan menyeluruh da-
               lam usaha mewujudkan kemandirian pangan. Langkah drastis da-
               lam menyediakan lahan (tanah) pertanian untuk petani kecil diper-
               lukan agar ketimpangan penguasaan/pemilikan tanah dapat
               dieliminasi.

                                                                        371
   385   386   387   388   389   390   391   392   393   394   395