Page 380 - Kembali ke Agraria
P. 380

Kompas, 12 Januari 2008








                  Dari Naga Menghormati Para Leluhur








                     RANG Naga dikenal memiliki kearifan yang melestarikan
               Olingkungan hidupnya. Berdasarkan wangsit (petuah leluhur
               yang disampaikan lewat mimpi tetua adat) yang diteruskan lintas
               generasi, Orang Naga mengenal sebuah falsafah agraria yang pamali
               (tabu) diucapkan pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu.
                   Bunyinya: Ulah bogoh ku ledokna, ulah kabita ku datarna. Makaya na
               luhur batu, disaeuran ku taneuh moal luput akaran. Legana saukuran tapak
               munding, sok mun eling moal luput mahi (Jangan tergoda oleh kesu-
               burannya, jangan terpikat oleh luasnya. Bercocok tanam di atas batu,
               ditimbun tanah pasti berakar. Walau luasnya seukuran telapak ker-
               bau, asal ingat aturan adat pasti mencukupi).
                   Wilayah adat Naga meliputi lahan di sekitar aliran Sungai
               Ciwulan dari hulu (Gunung Karacak) sampai ke hilir (daerah Salawu).
               Secara administratif, wilayah Naga meliputi tiga kecamatan: Ciga-
               lontang, Salawu, dan Cilawu, di Kabupaten Tasikmalaya dan Garut,
               Jawa Barat. Luas lahan “milik” masyarakat adat Naga yang sesung-
               guhnya diperkirakan 16.000 hektare—hasil pemetaan Yayasan
               Pengkajian dan Pengembangan Aktivitas Sosial (YP2AS) dan Kon-
               sorsium Pembaruan Agraria (KPA), 2003. Kampung Naga dikelilingi
               tiga gunung menjulang: Cikuray, Karacak, dan Galunggung. Orang
               Naga mempunyai lahan garapan dari batas Sungai Ciwulan sampai
               Sungai Cipaingeun yang digunakan sebagai ladang, sawah, dan
               perkampungan keturunan Naga yang pindah dari Kampung Naga.

                                           361
   375   376   377   378   379   380   381   382   383   384   385