Page 376 - Kembali ke Agraria
P. 376
Kembali ke Agraria
hukum yang mengandalkan legalisme/formalisme dalam menangani
konflik agraria terbukti gagal menghadirkan keadilan dan tak mampu
menuntaskan akar persoalan. Untuk itu, tepat kiranya diadopsi ga-
gasan yang dikembangkan dalam wacana hak asasi manusia yang
dikenal sebagai konsep transitional justice—suatu pendekatan keadilan
transisional, yang mengutamakan hak-hak korban konflik agraria
dalam bentuk pemulihan—kompensasi dan restitusi hak asasi
mereka.
Ketiga, pendekatan budaya yang menempatkan institusi dan
mekanisme sosial budaya yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat sebagai instrumen alternatif penyelesaian sengketa ta-
nah/konflik agraria. Karenanya diperlukan pemahaman utuh dan
menyeluruh atas eksistensi kultural suatu komunitas masyarakat
sebagai pihak yang berkonflik dengan pihak lainnya (bisnis/negara).
Pemahaman sosio-budaya akan memastikan posisi masyarakat,
termasuk masyarakat adat dan masyarakat setempat lainnya sebagai
subjek utama perancang sekaligus pelaku penyelesaian konflik agra-
ria secara sosio-kultural.
Dengan kombinasi ketiga pendekatan ini, kita memiliki peluang
mendekati, menangani dan mencegah konflik sosial akibat konflik
agraria secara utuh dan menyeluruh (holistik). Kunci pembukanya,
pertama kali dibutuhkan kemauan politik yang super kuat dari para
penyelenggara negara untuk menghargai antropologi sebagai induk
ilmu dan pendekatan yang meletakkan keragaman budaya bangsa
sebagai potensi berharga bagi upaya penyelesaian aneka konflik di
tengah masyarakat, bangsa dan negara.
Akhirnya, forum yang digelar para antropolog di akhir 2007 ini
relevan dengan upaya mengingatkan Presiden RI akan janjinya untuk
memulai reforma agraria tahun 2007, sebagaimana beliau pidatokan
pada 31 Januari 2007. ***
357