Page 371 - Kembali ke Agraria
P. 371

Usep Setiawan

            negara industri maka arah pembangunan nasional haruslah menuju
            negara industri.
                Kedua, pandangan yang ingin mempertahankan ciri agraris ma-
            syarakat yang didasarkan atas pertimbangan kondisi wilayah negara
            kita yang kaya sumber-sumber alam sebagai keunggulan komparatif
            dalam persaingan global. Ketiga, pandangan jalan tengah, sekalipun
            menuju industrialisasi namun tak harus melenyapkan ciri agraris.
            Pertanian harus jadi tulang punggung penopang industri. Sebelum
            Orde Baru, landreform basis pembangunan disertai “Pancalogi”:
            edukasi, irigasi, intensifikasi, industrialisasi, dan transmigrasi.
                Wiradi menilai gagasan lahan abadi cermin pemikiran prag-
            matis, didorong kondisi yang menuntut solusi segera. Ini wajar dan
            baik, namun perlu diberi landasan arah pembangunan dan titik tolak-
            nya agar implikasinya dapat diantisipasi dan tak menabrak agenda
            reforma agraria.


            Penyelarasan substansi
                Klausul tujuan kedua draft kebijakan ini punya banyak irisan
            penting. Tujuan RUU Lahan Abadi (draft ke-V) dan RPP Reforma
            Agraria (draft ke-VI) mengandung sejumlah kata kunci: lahan;
            pangan; petani; lapangan kerja; ekologis/lingkungan; ketimpangan;
            kemiskinan; sengketa/konflik. Karena keduanya memiliki banyak
            irisan tujuan, maka sinergi dan sinkronisasi jadi sangat logis dan
            objektif.
                Sayangnya payung hukum kedua rancangan ini “bermasalah”.
            Dalam RUU Lahan Abadi, yang diingat hanya UUD 1945 (Pasal 20
            ayat [1], Pasal 21, Pasal 33), dan UU No 26/2007 tentang Penataan
            Ruang, sementara UU No.5/1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) tak
            dirujuk. Adapun RPP Reforma Agraria, walaupun UUPA dirujuk,
            namun banyak UU yang substansinya kontroversial dan meng-
            gunting UUPA malah dirujuk. Eksistensi UUPA tak pantas diabaikan
            dalam penyusunan kebijakan pertanahan dan “perlahanan”.
            Eksistensi UUPA juga riskan jika dicampuradukkan dengan produk


            352
   366   367   368   369   370   371   372   373   374   375   376