Page 402 - Kembali ke Agraria
P. 402

Kembali ke Agraria

               sulit masuk ke dalam logika pasar yang dibangun pengusaha. Dengan
               demikian, masuknya konglomerat ke sektor pertanian jadi dilema.
               Pengusaha mungkin bisa menstimulus petani agar bekerja lebih pro-
               duktif, efektif, efisien, dan memasukkan skala ekonomi ke dalam
               usaha tani. Intervensi pengusaha juga dapat membuka peluang baru
               bagi petani dalam mengakses kebutuhan dasar pertanian.
                   Jika mulus, peran pengusaha ini akan menyumbang pada pening-
               katan taraf hidup masyarakat khususnya petani. Namun di lain sisi,
               masuknya pengusaha dikhawatirkan akan menjadikan petani
               sebagai “penggarap” atau “buruh” di atas tanahnya sendiri. Dice-
               maskan, petani jadi sapi perah pengusaha yang bergerak di sektor
               pertanian.
                   Petani kita pernah menelan pil pahit dalam pola pertanian
               dengan sistem contract farming yang menjadikan petani sebagai satelit
               (plasma) yang diisap para pengusaha (inti). Relasi berkedok
               “kemitraan” yang tak seimbang dan tak adil telah menempatkan peta-
               ni sebagai objek eksploitasi para pengusaha pertanian.
                   Konsep dan praktik agrobisnis atau agroindustri pun selama ini
               disinyalir sesat karena mensubordinasi petani tanpa posisi tawar
               yang cukup di hadapan pengusaha pertanian. Konsep umum agro-
               bisnis atau agroindustri menempatkan pemilik modal sebagai
               pemegang kendali utama atas proses produksi dan distribusi hasil
               pertanian. Sementara kaum tani disulapnya menjadi tenaga kerja
               upahan, alias buruh tani.


               Bangsa mandiri
                   Hemat penulis, bagi negeri agraris sekaya Indonesia—lahan luas
               dan subur serta penduduk mayoritas sebagai petani—krisis pangan
               dan energi sejatinya merupakan momentum yang tepat bagi kita,
               khususnya pemerintah, untuk berpikir dan bekerja lebih serius dalam
               merealisasikan land reform sebagai bagian inti dari reforma agraria.
                   Pada 2008, pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional RI
               menargetkan meredistribusikan tanah objek land reform 332.930


                                                                        383
   397   398   399   400   401   402   403   404   405   406   407