Page 397 - Kembali ke Agraria
P. 397
Usep Setiawan
Pertarungan paradigma
Aneka paradigma pengelolaan sumberdaya alam (termasuk
hutan), bisa dipinjam dari Ton Dierz (1996), terdapat tiga pilihan
paradigma kebijakan, yakni (i) yang menempatkan lingkungan dan
sumber-sumber alam sebagai objek eksploitasi (eco-developmentalism),
(ii) yang membuat isolasi tertentu terhadap suatu kawasan agar bebas
dari intervensi manusia sama sekali (eco-totalism atau eco-fascism), atau
(iii) yang menempatkan rakyat di sekitar suatu kawasan sebagai sub-
jek utama (eco-populism).
Paradigma pengelolaan hutan Indonesia selama ini menempat-
kan hutan sebagai objek eksploitasi yang sejatinya cermin dari para-
digma eco-developmentalism. Melalui paradigma ini, Orba menelurkan
berbagai kebijakan yang menempatkan hutan sebagai objek eksploi-
tasi demi pertumbuhan ekonomi dan akumulasi modal. Paradigma
pengelolaan kawasan hutan semacam ini dilengkapi pula dengan
tidak diberikannya ruang yang memadai bagi keterlibatan masyarakat
setempat dalam pengelolaan hutan. Disimpulkan, paradigma kehu-
tanan yang berlaku adalah kombinasi eco-developmentalism dengan
eco-fascism.
Faktanya, pilihan ini telah membuahkan konflik antara negara
dan/atau pemodal besar yang diberi mandat mengelola hutan ver-
sus penduduk yang punya klaim sejarah budaya yang bersifat kosmo-
logis atas kawasan sekitarnya. Buah yang sekarang kita temukan di
depan mata adalah disharmoni, karena tidak ditemukannya kesatuan
padang antara negara dan/atau para “pengelola formal” kawasan
hutan dengan aspirasi penduduk yang hidup dan berkembang di
sekitar kawasan tersebut.
Selain itu, dampak nyata yang memprihatinkan adalah tidak
adanya upaya penanganan yang efektif dalam mencegah perusakan
dan memulihkan kerusakan hutan yang membuahkan tragedi ben-
cana alam yang mengerikan, seperti banjir besar yang sekarang kerap
melanda (Warta FKKM, Mei 2002). Belakangan disinyalir, dalam
praktiknya paradigma lama ini telah melahirkan senyawa korupsi
378