Page 96 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 96

86     Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
               Megaproyek MP3EI Bekerja?



                                   Kawasan perairan dari teluk Tomori yang merupakan bekas Ibukota sementara Kabupaten Morowali tak lepas dari 'pesta
                                   pora nikel'. Laut penghasil ikan itu ditimbun dengan tanah merah dari pegunungan sekitar, sebagai material untuk mem-
                                   bangun port (pelabuhan) parkiran tongkang biji nikel. Tidak hanya satu, sedikitnya kurang lebih 15 pelabuhan sejenis (lebih
                                   cocok disebut reklamasi pantai) berjejer di antara gugusan pulau-pulau kecil yang berakhir di garis hutan mangrove Cagar
                                   Alam Morowali. Permukaan laut yang dulu biru nan eksotik dalam ekosistem tropis, dikelilingi gugusan-gugusan gunung dan
                                   bukit yang hijau, seketika berubah warna, seperti minuman orange. Karamba-karamba ikan milik nelayan yang berada di
                                   bibir pantai, ikut berubah warna. Ikan-kan berkelas nampak mengapung di malam hari disinari cahaya lampu kendaraan
                                   operasional perusahaan tambang dari arah pegunungan, yang mengejar waktu jatuh tempo muatan kapal.


                                   Perubahan lanskap berlangsung dalam kurun waktu singkat, sejak Undang-undang Mineral dan Batubara tahun 2009,
                                   diterbitkan. Dari satu desa ke desa lainnya, kecamatan ke kecamatan lainnya, dalam satuan administrasi Morowali, pesat
                                   dengan rencana pembukaan lokasi tambang. Percakapan sehari-hari penduduk mulai dari warung makan, hingga meja-meja
                                   jualan pasar tradisional, diisi cerita seputar tambang. Fakta kehadiran tambang juga diikuti oleh hingar-bingar potret lalu
                                   lintas tongkang yang membawa ore. Dapat anda jumpai sebagai tontonan bebas jika hendak mendarat menuju Sulawesi
                                   Tenggara. Jika memiliki uang lebih, bisa menyewa sebuah kapal motor kayu untuk memadukan pemandangan galian di
                                   pegunungan dengan laut yang memerah. Kondisi perairan di Teluk Tomori wajahnya tak lebih 'bopeng' dari desa-desa sekitar
                                   Bahodopi dan Bungku Timur. Mulut pantai telah berubah menjadi sandaran tongkang, hutan bakau yang menekan abrasi
                                   pantai kini dibabat dan ditimbun. Sekeliling pelabuhan itu dipagari menggunakan kayu yang ditebang dari blok-blok galian
                                   tambang.


                                   Sementara, pintu-pintu setiap pelabuhan ditempatkan sebuah pos jaga yang diisi oleh aparat TNI dan Polri, dibantu oleh
                                   para Satpam yang direkrut oleh perusahaan. Mereka menaruh senjata di atas meja kecil di muka pos. Mereka menulis asal
                                   muasal kesatuan mereka, salah satu yang masih lekang di ingatan penulis adalah” Brimob” pos PT Pan Chinese. Sekilas
                                   memang tidak ada sesuatu yang ganjil dari keberadaan pos keamanan itu. Karena mereka juga tidak sering terlihat kasar
                                   dengan penduduk setempat. Namun bagi para pengunjung baru, hal ini akan terlihat aneh dan menegangkan, mengingatkan
                                   memori masa-masa awal proses damai konflik Poso, dimana pos-pos sejenis banyak sekali dimekarkan. Tampilan seragam
                                   cokelat, sepatu laras, loreng, dan senjata, adalah penanda bahwa aktivitas 'pesta pora' tambang nikel ini direstui langsung
                                   oleh negara.


                                   Dua atau tiga tahun ke belakang, desa-desa tersebut lebih cocok disebut kampung-kampung pesisir karena memiliki jarak
                                   yang cukup jauh antara satu dengan yang lainnya. Namun sekarang, jalanan licin berkerikil yang menyiksa berganti dengan
                                   aspal mulus tebal dilengkapi dengan rambu-rambu penunjuk arah. Di pinggir jalan nampak berdiri rumah-rumah permanen
                                   maupun semi permanen dengan bangunan beton semen dengan arsitektur hunian real estate pada umumnya. Mereka para
                                   petani, juga memasang tembok-tembok pilar di depan rumah, seperti hunian dinas para pejabat setingkat Kabupaten. Di
                                   setiap desa, pemandangan aktivitas konstruksi yang diinisiasi oleh masyarakat terlihat berjalan cepat, misalnya pemba-
                                   ngunan kos-kosan yang berjejer di sudut-sudut desa dengan beragam bentuk dan tipe. Kos-kosan itu sebagian dibangun
                                   oleh warga transmigran dan warga lokal yang menerima ganti rugi tanah.


                                   Sementara itu, bangunan kos yang kelihatan mewah dan berjejer di desa-desa lainnya adalah investasi para pedagang bugis
                                   yang melihat peluang kebutuhan rumah kos-kosan masih cukup tinggi. Sasaran rumah tinggal ini adalah para migran pen-
                                   cari kerja yang tidak memiliki sanak saudara, atau keluarga, maupun yang sudah berumah tangga di sekitar wilayah Bungku
                                   Timur. Kos-kosan paling ramai terdapat di Desa Fatuvia dan Bahodopi, desa yang bertetangga langsung dengan lokasi
                                   pelabuhan dan perkantoran PT Bintang Delapan Mineral.
   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101