Page 98 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 98

88     Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
               Megaproyek MP3EI Bekerja?



                                   Dari luas daratan Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, hanya 14.489,62 kilometer persegi atau sekitar 1,4 juta hektar.
                                   Namun, lebih dari separuh kini dikuasai izin untuk pertambangan atau perkebunan. Laporan Pemerintah Kabupaten Morowali
                                   ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan, ada 144 izin usaha pertambangan (IUP) yang meliputi area
                                   sekitar 440.000 hektar. Namun, berdasarkan data panitia khusus (Pansus) Tambang dan Pengelolaan Lingkungan DPRD
                                   Kabupaten Morowali, ada 185 IUP di area sekitar 500.000 hektar plus 1 (satu) Kontrak Karya (KK). Selain itu, juga terdapat
                                   izin konsesi bagi perkebunan skala besar seperti sawit. Perkebunan sawit yang dikelola oleh sejumlah perusahaan mencapai
                                   sekitar 250.000 hektar. Ini belum termasuk izin untuk perkebunan lain, dan sekitar 200.000 hektar hutan lindung. Dengan
                                   demikian, jika konsesi pertambangan, sawit, dan hutan lindung, serta perkebunan lain disatukan, maka setidaknya satu juta
                                   hektar daratan Morowali secara hukum tak boleh dimanfaatkan oleh warga untuk permukiman, persawahan, atau aktivitas
                                   lain. Artinya, hanya ada kurang dari 500.000 hektar saja wilayah kabupaten itu yang boleh dimanfaatkan ruang hidup
                                   (Kompas, edisi 20 Juni 2012).


                                   Ekspansi Awal Menuju Pasar Global

                                   Ekspansi tambang nikel di Kabupaten Morowali dapat dijelaskan lewat beberapa babakan. Salah satu babakan yang penting
                                   adalah kehadiran Rio Tinto dan PT Inco sejak tahun 1968 hingga kini di Kabupaten Morowali. Perusahaan raksasa tambang
                                   internasional itu berekspansi secara serius di Sulawesi Tengah, pasca gejolak Politik 1965. Peluang itu terbuka setelah era
                                   Demokrasi terpimpin Soekarno yang anti terhadap liberalisasi pengaturan Sumber Daya Alam (SDA) digantikan dengan
                                   ekonomi terbuka bagi modal asing di bawah komando regim orde baru.

                                   Pembukaan kran bagi modal asing diwujudkan oleh Seoharto melalui pintu Undang-undang No 1 tahun 1967 tentang
                                   Penanaman Modal Asing. Lalu disusul dengan Undang-undang No 11 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan. Da-
                                   lam pasal 8 ayat 1 Undang-Undang penananaman modal dijelaskan kedudukan modal asing sebagai berikut,

                                        ”...penanaman modal asing dibidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan pemerintah atas
                                        dasar Kontrak Karya atau bentuk lain sesuai peraturan yang berlaku...”  1

                                   Skema pengaturan SDA khususnya tambang, dalam amanat UU No 11 tahun 1967 di desain dengan pola ikatan hukum Lex
                                   Specialis (istimewa). Dimana, Presiden mewakili kepentingan negara dan rakyat Indonesia bertanda tangan kerjasama
                                   dengan kepala-kepala perusahaan modal asing. Pola pengaturan SDA semacam ini hanya terjadi di Indonesia, sekaligus
                                   mengadopsi aturan hukum pertambangan Kolonial Belanda Mijnweet yang kolosal.


                                   Perusahaan-perusahaan raksasa Rio Tinto dan Inco tersebut mendapatkan Kontrak Karya Pertambangan pada generasi
                                   ketiga setelah Freeport. Hingga saat ini Rio Tinto belum melakukan operasi produksi. Belum terjadi perkembangan yang
                                   menunjukan arah menuju proses komersialisasi nikel, baik dilapangan maupun dalam proses-proses perizinan. Perusahaan
                                   masih lebih banyak melakukan proses-proses kampanye persiapan awal penyelidikan umum dan pra konstruksi. Berbeda
                                   dengan PT Inco yang terus memberikan sinyal aktivitas pertambangan di Blok Bahodopi Morowali.


                                   Hadirnya Dua Raksasa Tambang

                                   Kontrak Karya Pertambangan pertama didapatkan oleh PT Inco melalui persetujuan presiden RI No. B 91/Pres/7/1968
                                   tanggal 27 juli 1968 terhitung saat produksi komersial pada tanggal 1 April 1978 hingga 31 Maret 2008 (berlaku 30 tahun).
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103