Page 97 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 97
Booming Pertambangan Nikel, Perampasan Tanah dan 87
Kondisi Kelas Pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah
Selain rumah kos-kosan yang tumbuh subur, berbagai macam Kuliner dan Kios-kios makanan juga dibangun. Jenis makanan
yang mendominasi pasar lokal adalah kuliner khas Sulawesi Selatan seperti Coto, Konro, Ikan bakar dan juga masakan khas
orang Jawa seperti Bakso, Gado-gado, nasi campur, dan lain-lain.
Setiap desa kini juga tumbuh toko-toko pakaian atau butik yang menjual aneka jenis pakaian pria dan wanita modern. Toko-
toko itu dibangun oleh kelompok migran Bugis untuk menyasar uang para pekerja tambang. Dulu mereka hanya datang
berdagang pada hari-hari pasar, bentuknya nomaden selalu berpindah-pindah mengikuti hari pasar setiap desa. Setelah
tambang membuka operasi di setiap desa, kini para pedagang bugis itu mulai satu persatu membangun toko-toko semi per-
manen. Menurut para pedagang itu, jika waktu gajian para buruh tambang tiba, itu momen besar, tingkat konsumsi setara
dengan hari lebaran. Omzet penjualan mereka sangat besar, tetapi hanya dua hingga tiga hari saja, para pedagang itu harus
menunggu lagi sebulan kemudian untuk mengulang panen raya.
Pertumbuhan infrastruktur Kabupaten Morowali didukung oleh berbagai proyek miliaran rupiah yang dikeluarkan oleh peme-
rintah pusat. Anggaran itu diperuntukkan untuk membangun jalan-jalan utama sepanjang Bungku Timur hingga perbatasan
Sulawesi Tenggara yang menghubungkan industri-industri tambang. Salah satu proyek yang baru selesai adalah proyek
pelebaran jalan dari Kota Bungku menuju Bahodopi yang menelan biaya sebesar Rp. 21.862.000.138,- yang bersumber dari
dana APBN Murni 2013. Serta beberapa buah penggantian jembatan penghubung Bungku menuju Bahodopi, salah satu
proyeknya menghabiskan anggaran sebesar 3.383.024.934,- rupiah yang juga sumbernya dari APBN Murni tahun 2013.
Gambar 1:
Peta Konsesi Tambang Morowali.
Sumber: JATAM Sulteng, 2013.