Page 165 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 165

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

            kebangsaan tersebut. Tiap periode mewariskan tantangan dan
            problem beragam yang melekat dalam batas ruang waktu masing-
                                                             2
            masing, meski kadang ditautkan oleh soal yang sama . Di era
            desentralisasi sekarang ini persoalan integrasi RA dengan kebijakan
            pengembangan wilayah dan penanggulangan kemiskinan masih
            belum tergambar jelas. Terjadi ketidaksinkronan antara kebijakan
                                                     3
            pertanahan dan kebijakan pembangunan daerah , sehingga inisiatif
            gerakan rakyat untuk meraih kesejahteraan luput dari cakupan
            kebijakan-kebijakan tersebut. Sejatinya, semua kebijakan hendak
            diarahkan untuk sama-sama melenyapkan problem kemiskinan
            dan meningkatkan kesejahteraan, khususnya di pedesaan. Sebab
            itu layak dipertanyakan bagaimana praksis pelaksanaan RA di
            level kabupaten sebagai arena politik lokal, apa dan bagaimana
            batas dan kesempatan yang tersedia bagi upaya proses integrasi
            dengan kebijakan pengembangan wilayah dan penanggulangan
            kemiskinan, serta bagaimana posisi inisiatif gerakan rakyat untuk
            RA dalam skema kemungkinan integrasi tersebut.



            2.  Kemiskinan struktural, konsentrasi aset sumber agraria, keterbatasan political
               will, minim pengetahuan, legalitas hukum yang simpang-siur, lemahnya
               pilar kekuatan penyokong dari beragam kelompok dan gerakan rakyat,
               keterbatasan data/informasi, skema pendanaan yang belum kuat, dominasi/
               intervensi kekuatan kontra-RA (nasional-global), dan belum terintegrasinya
               substansi RA dengan kebijakan pembangunan (nasional-daerah.
            3.  Menurut Hadiz (2005), praktik desentralisasi kadang dapat menjadikan
               koordinasi kebijakan nasional lebih kompleks, dan menjadikan berbagai
               jabatan direbut oleh elit-elit lokal. Desentralisasi telah berfungsi melayani
               perkembangan dari apa yang diistilahkannya dengan “newly decentralized,
               predatory networks of patronage” (Hadiz, 2004a:699), yang berpengaruh pada
               rumus-susun program dan kebijakan di daerah. Lebih jauh lihat, Hadiz,
               Dinamika Kekuasaan; Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto, (LP3ES,
               Jakarta, 2005).

                                    — 146 —
   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170