Page 170 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 170
Integrasi “Reforma Agraria” dengan Rencana Pembangunan Wilayah dan Pengentasan Kemiskinan
b. Di sekitar Lintasan Jejak Reforma Agraria di Indonesia
Menengok tonggak perubahan Kebijakan Agraria di Indonesia pasca
8
kemerdekaan , mesti melihat kembali situasi yang menyelimuti
implementasi UUPA 1960 (Fauzi, 2008), sebagai salah satu
wujud dari buah ‘keberhasilan’ perjuangan panjang para founding
fathers menyusun landasan dasar, induk hukum dan mekanisme
pelaksanaan perombakan struktur agraria (RA genuine). Terdapat
lima hal penting yang patut menjadi perhatian dalam perubahan
kebijakan agraria di Indonesia, selain perubahan politik brutal yang
terjadi dalam situasi perpindahan kekuasaan dari masa Soekarno
ke Soeharto yang menjadi salah satu titik pijak paling penting dari
kemelut implementasi UUPA 19 di Indonesia, yaitu; Pertama,
mengecilkan ruang land reform hanya terbatas pada persoalan
pegurusan teknis pertanahan. Sebab, rezim Orde Baru tidak pernah
mau menjadikan masalah agraria sebagai dasar pembangunan
nasional, melainkan agraria hanya sebagai masalah rutin birokrasi
pembangunan dalam wataknya yang developmentalistik. Program
land reform yang berupaya menata ulang penguasaan dan pemilikan
tanah secara menyeluruh (perombakan struktur agraria yang
timpang), akses terhadap tanah serta sistem bagi hasil, tidak
dilanjutkan. Padahal Ir. Soekarno, telah meletakkan land reform
sebagai “satu bagian mutlak dari Revolusi Indonesia”. Land reform
telah berubah dari sebuah strategi pembangunan semesta, menjadi
kegiatan pengurusan teknis pertanahan saja. Pada level organisatoris
8. Perjalanan menuju penyusunan UUPA 1960, sejak awal kemerdekaan RI,
memiliki tonggak-tonggak penting yang dapat menjadi gambaran bagaimana
kerumitan dan beratnya perjuangan mewujudkan ideasi RA. Secara lebih
terperinci sejarah rintisan RA di Indonesia ini, dapat dibaca lebih jauh
dalam Shohibuddin (ed.), Reforma Agraria, Perjalanan Yang Belum Selesai,
(STPN Press; Yogyakarta, 2009).
— 151 —