Page 172 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 172
Integrasi “Reforma Agraria” dengan Rencana Pembangunan Wilayah dan Pengentasan Kemiskinan
dimaksud dalam Keputusan Presiden No. 131 tahun 1961). Panitia
Land Reform yang mengandung partisipasi organisasi-organisasi
dihapuskan, diganti dengan panitia baru yang didominasi oleh
birokrasi, dan di dalamnya terdapat unsur Himpunan Kerukunan
Tani Indonesia (HKTI)–suatu organisasi massa petani ‘boneka’
bentukan pemerintah--. Sehingga, Panitia Land Reform diambil
oleh birokrasi Orde Baru, mulai dari tingkat menteri hingga lurah/
kepala desa. Inilah salah satu bentuk proses pemandulan partisipasi
petani melalui organisasi massanya dalam segala program dan issu
land reform di Indonesia.
Ketiga, penerapan model kebijakan politik Orde Baru
yang di istilahkan sebagai ‘massa mengambang’ (floating mass).
Menjelang pemilu tahun 1971, Orba dengan kebijakan politik
massa mengambang mampu memotong hubungan massa pedesaan
dengan partai-partai politik nasional. Partai-partai politik tidak
boleh lagi memiliki cabang di daerah kecamatan hingga ke
tingkat bawah. Rakyat pedesaan kehilangan saluran politik untuk
memperjuangkan kepentingan mereka. Akibatnya, pada tahun 1973
terjadi penciutan jumlah partai politik dari 10 partai (kontestan
pemilu 1971) menjadi 3 partai politik saja. Di sisi lain, aneka
ragam koperasi yang dahulu diorganisair oleh berbagai partai
politik dan organisasi massa underbouw-nya, dilarang dengan
aturan Inpres tahun 1978 dan 1984. Dengan dasar tersebut semua
kegiatan ekonomi berkoperasi disalurkan melalui wadah tunggal
dan seragam bernama Koperasi Unit Desa (KUD). Selain itu,
kebijakan penyeragaman azas tunggal Pancasila dan penetapan
UU No. 8 tahun 1985 serta Peraturan Pemerintah No. 19 tahun
1986 tentang Organisasi Kemasyarakatan berimplikasi besar bagi
sempitnya ruang berekpresi dan berserikat serta existensi banyak
organisasi massa.
— 153 —