Page 176 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 176
Integrasi “Reforma Agraria” dengan Rencana Pembangunan Wilayah dan Pengentasan Kemiskinan
Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI di bawah kepemimpinan
Dr. Joyo Winoto, yang ditunjuk sebagai pelaksana kebijakan
menyusun skema kerja implementasi praksis agenda RA di
Indonesia. Dalam pergulatan internal dan tantangan nasional yang
telah 30 tahun lebih tidak pernah lahir landasan kebijakan untuk
mendorong RA, kemudian lahirlah Program Pembaharuan Agraria
Nasional (PPAN) yang menjadi eksperimentasi dari keinginan
mengembalikan semangat UUPA 1960.
Salah satu pelaksanaan RA sebagai agenda politik, menurut
Wiradi (2007), adalah adanya political will pemerintah.
Kesungguhan dan keseriusan pemerintah merupakan syarat
utama, meski bukan satu-satunya. Sebab peran, inisiatif, partisipasi
dan mobilisasi masyarakat dari bawah dan ruang interaksi yang
demokratis juga menjadi prasyarat lain yang tak kalah penting.
Merujuk pada pemikiran Borras dan Franco (1984) pelaksanaan
reform mensyaratkan pentingnya pendekatan yang bersifat interaktif
antara negara dengan masyarakat. Menurut Borras dan Franco,
pendekatan yang berpusat pada negara semata maupun yang
berpusat pada masyarakat semata tidaklah memadai. Bertolak dari
studinya mengenai ragam model pelaksanaan reforma agraria di
Filipina, Borras menyimpulkan bahwa kebijakan reform berpeluang
lebih berhasil ketika “dinamika interaktif” yang saling menguatkan
dalam relasi negara-masyarakat dapat berlangsung. Dalam konteks
yang semacam inilah pembaruan pengurusan tanah yang demokratis
dan adil akan dapat diupayakan, yaitu melalui kombinasi dari
apa yang disebut Borras sebagai “tiga prinsip pengarah” sebagai
berikut: 1). Inisiatif reform yang kuat “dari atas” oleh para aktor
negara; 2). Mobilisasi dan partisipasi aktif rakyat “dari bawah”;
dan 3). Interaksi negara dan masyarakat yang positif dan saling
memperkuat di seputar pro-poor.
— 157 —