Page 65 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 65
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
Namun, sejalan dengan bergantinya rejim pembangunan dari
Orde Lama (Orla) ke Orde Baru (Orba), bermunculan berbagai
aturan sektoral, khususnya terkait pengelolaan sumberdaya
alam, yang kian menggeser posisi sentral rakyat sebagai pelaku
utama pembangunan. Kondisi ini pada prosesnya ternyata kian
menggerus semangat perwujudan keadilan bagi seluruh rakyat
sebagai amanat UUD 1945. Sampai pada lahirnya era desentralisasi,
semangat pembangunan terus bersandar pada pembukaan pintu
masuk investasi padat modal di sektor pertambangan, kehutanan,
perkebunan, dan sebagainya. Dalam gambaran kondisi seperti
ini, Hak Guna Usaha (HGU) menjadi sebuah kebijakan yang
memungkinkan para pemilik modal melakukan investasi atau
melakukan kegiatan usaha di Indonesia dengan cara menguasai
1
sumber kekayaan alam berupa lahan. Di sisi lain, HGU merupakan
salah satu basis utama pemerintah dalam menyerap modal asing
(PMA) maupun dalam negeri (PMDN) atas dasar pencapaian
target pertumbuhan ekonomi.
Dengan mekanisme prosedural yang relatif mudah diakses oleh
para pemilik modal, sesuai UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, hak untuk menguasai tanah bisa diperoleh
1. Menurut Kartodirjo dan Suryo (1991), pelaksanaan sistem perkebunan
dimulai dengan melalui pembukaan penanaman modal dan teknologi dari
luar, dan memanfaatkan tanah dan tenaga kerja yang tersedia di daerah
jajahan. Pembukaan perkebunan, menimbulkan lingkungan baru, yaitu
lingkungan perkebunan. Lingkungan perkebunan ini biasanya dibentuk
oleh kesatuan lahan penanaman komoditi perdagangan, pusat pengolahan
produksi (pabrik), dan komunitas permukiman penduduk yang terlibat
dalam kegiatan perkebunan. Dalam perjalanannya, kehadiran komunitas
perkebunan di tanah jajahan, melahirkan lingkungan yang berbeda dengan
lingkungan setempat baik dari segi lokasi, tata ruang, ekologi, maupun
organisasi sosial dan ekonomi.
— 46 —