Page 67 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 67

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

                                                                    5
            sekitar perusahan perkebunan maupun kehutanan berskala luas.
            Di tengah kondisi banyaknya petani yang kekurangan tanah,
            saat ini banyak terdapat HGU bermasalah karena diterlantarkan,
            menjadi lokus sengketa agraria, salah pengelolaan dari sisi usaha
            sehingga menjadi sandera agunan kredit macet (Soetarto dan
            Shohibudin, 2007). Data dari Pemda (Pemerintah Daerah) Provinsi
            Kalsel menyebutkan sekitar 50 ribu ha lahan HGU ditelantarkan
                                                                    6
            oleh pemiliknya sehingga perlu untuk segera diverifikasi ulang.
            Sejalan dengan data tersebut, informasi lain menyebutkan bahwa
            43 Perusahaan Besar Swasta di Kalsel diindikasikan menelantarkan
            HGU yang dimilikinya, setelah menebang pohon, mereka tidak
            pernah menanami lagi lahan tersebut. Hal ini menjadi ironis,
            saat jumlah penduduk miskin yang diperkirakan berada di Kalsel
            (berdasarkan pendekatan beras miskin) adalah 677.672 jiwa dari
            total penduduknya 3.4 juta jiwa atau hampir mencapai angka






            5.  Dengan mengutip Beckford (1972), White (1990) mengungkapkan,
               perkebunan (plantation) atau perusahaan kehutanan besar (agro-industri)
               merupakan penyebab utama keterbelakangan dan kemiskinan kronis
               (persistent poverty) karena dalam bentuk klasiknya ditandai oleh : 1) tingkat
               upah yang sangat rendah dibanding apa yang berlaku pada sektor-sektor
               lain (tidak menimbulkan consumption/demand lingkages yang berarti dengan
               sektor-sektor lain); 2) adanya sistem produksi, pengolahan dan pengemasan
               yang terintegrasi vertikal, sehingga hanya sedikit membutuhkan masukan
               dari unsur-unsur luar (kurang memiliki production lingkages dengan ekonomi
               sekitarnya) dan; 3) karena bentuk pemilikannya, menunjukkan pembocoran
               (leakage) dimana keuntungan (surplus) keluar dari perekonomian lokal
               sehingga baik perkebunan yang modern dan serba efisien pun tetap tidak
               akan mendukung pengembangan serta akumulasi pada wilayah dimana
               perkebunan berada (Sajogyo dan Tambunan, 1991).
            6. http://www.kalselprov.go.id/berita/50.000-ha-lahan-hgu-ditelantarkan

                                    — 48 —
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72