Page 71 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 71

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

            dibawanya tidak diusik. Selain itu juga Bung Hatta mengemukakan
            prinsip-prinsip yang lebih umum seperti tanah tidak boleh menjadi
            alat penindasan dan pemerasan manusia atas manusia, tanah tidak
            boleh menjadi komoditas untuk diperdagangkan, dan lain-lain.
            (Wiradi, 2009)
                Semangat pidato Bung Hatta tersebut tidak hanya berhenti
            sebagai wacana menegakkan cita-cita proklamasi yang sesungguhnya,
            namun dilanjutkan dengan usaha-usaha pelaksanaan program land
            reform meski masih dalam skala yang relatif kecil dan terbatas.
            Mengutip Soemardjan (1962), Wiradi (2009) menjelaskan, dalam
            usia yang masih belia dan di tengah suasana revolusi, pemerintah
            saat itu sudah merintis pelaksanaan land reform skala kecil dalam
            wilayah yang terbatas, menghapus desa-desa perdikan dan tanah
            pertikelir, dan kemudian menghapuskan “hak-hak conversie” dari
            perusahaan-perusahaan tebu di Kesultanan Yogya dan Solo; untuk
            kemudian tanahnya didistribusikan kepada petani tunakisma. Hal
            ini dilanjutkan dengan penyiapan UU agraria nasional sehingga
            dihasilkan UUPA 1960 yang menjadi landasan kebijakan reforma
            agraria.
                Namun masih kuatnya pengaruh pemerintah Belanda saat itu
            turut mempengaruhi perjalanan pelaksanaan program land reform di
            awal kemerdekaan. Hal ini tercermin pada salah satu momen politik
            dalam sejarah kemerdekaan republik ini yakni Konferensi Meja
            Bundar (KMB), sebuah pertemuan antara pemerintah Republik
            Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda,
            pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949. Meski pada
            tahun 1957 Indonesia secara sepihak membatalkan isi perjanjian
            KMB, namun peristiwa tersebut turut mempengaruhi pasang surut
            praktek pembaharuan agraria dalam sejarah Indonesia.



                                    — 52 —
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76