Page 119 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 119
Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi
produksi mereka. Sebab hanya hutanlah yang mampu menyerap secara
efektif CO di udara (Muhammad 2012, Fauzi dan Siregar 2019).
2
Kementerian KLHK paham betul dengan isu dan keuntungan atas
perdagangan karbon tersebut, sehingga perlu mempertahankan luasan hutan
Indonesia. Karena berdasarkan Protokol Kyoto, setelah tahun 2012 Indone-
sia diperkenankan terlibat secara aktif dalam perdagangan karbon dunia,
dan Indonesia terlibat aktif dalam kesepakatan “Paris Agreement” (Ditjenppi
2018). Oleh karena itu lahirnya Perpres 88/2017 menjadi “ancaman” yang
cukup serius, karena di beberapa daerah seperti Sumatera dan Kalimantan,
degradasi hutan dan perubahan tutupan hutan terus terjadi dan Perpres
ini bisa menjadi salah satu peraturan yang mempercepat pelegalan upaya
warga untuk merubah lahan dari hutan menjadi kawasan non hutan.
Dari sisi politik hukum ketatanegaraan, Perpres ini merupakan
mandat dari Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2O12, dan
mengatur keseluruhan sektor termasuk KLHK. Oleh karenanya, KLHK
harus tunduk dan tidak bisa menghindar jika sebuah wilayah harus dike-
luarkan dari kawasan hutan. Mungkin tidak akan menjadi persoalan jika
konversi lahan hutan ke non hutan hanya sebatas lahan tinggal dan peng-
hidupan, akan tetapi praktik yang dilakukan di banyak wilayah, peram-
bahan hutan dilakukan secara masif dan para pelaku lebih banyak berlin-
dung di balik masyarakat, padahal pelaku sebenarnya terkadang adalah
pengusaha-pengusaha besar yang sedang mengincar lahan skala luas untuk
pembangunan perkebunan sawit (WWF-Indonesia 2013). Akan tetapi,
untuk antisipasi banyaknya pihak yang mengajukan, KHLK membatasi
setiap kabupaten/kota hanya punya satu kali kesempatan untuk
mengajukan tanahnya kepada Tim Inver (Pasal 21 butir 4 Perpres 88/2017).
Terkait dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2O12
kemudian lahir Keputusan Bersama No. 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-II/
2014, 17/PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian
Penguasaan Tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan (sering disebut
Perber 4 Menteri) pada 17 Oktober 2014. Keputusan ini nyaris tidak dija-
lankan karena ego masing-masing kementerian yang tidak “berkehendak”
melakukan kordinasi secara memadai, di sisi lain muncul banyak kritikan
terhadap keberadaan Perber 4 meteri yang dinilai tidak efektif karena
91