Page 178 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 178
M. Nazir Salim & Westi Utami
dikelola perusahaan. Sementara masyarakat yang ada di sekitar lahan
pengusahaan tanaman sawit ataupun karet di paksa untuk menjadi
plasma (Kompas, Kamis 25 Januari 2007). Pencaplokan lahan garapan
yang sudah dibudidayakan masyarakat sejak lama terjadi karena lahan
mereka secara politik masuk dalam kawasan hutan negara. Terhadap
kondisi demikian, Peluso dan Lund (2011) menyebutnya sebagai “politi-
cal forest” atau hutan yang didefinisikan secara politik, meskipun apabila
dikaji secara eksisting lahan tersebut sudah berupa pedesaan atau lahan
garapan masyarakat. Anggapan pemerintah yang menyatakan bahwa
lahan-lahan tersebut masuk sebagai hutan negara dan dikonsesikan
kepada perusahaan tertentu tanpa melihat langsung realitas di lapangan.
kebijakan itu tak jarang mengakibatkan masyarakat harus terusir dari
lahan garapan mereka.
Ketidakhadiran negara dan ketidakadilan terhadap apa yang sudah
diupayakan masyarakat dalam mengelola hutan menyebabkan konflik
yang sewaktu-waktu dapat terjadi antara masyarakat dengan perusahaan.
Faktanya, banyak masyarakat dikalahkan oleh penggusaha dan pemodal
skala besar dan kehilangan sumber-sumber penghidupannya yang menja-
dikan masyarakat semakin terbatas aksesnya. Hal itu berkorelasi pula
dengan menurunnya tingkat pendapatan bagi masyarakat yang tinggal
di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Di Kabupaten Musi Banyuasin tepatnya di desa Simpang Tungkal
konflik pengelolaan kawasan hutan juga terjadi antara masyarakat
dengan pemerintah. Pada awalnya ratusan masyarakat diberikan izin
untuk mengelola dan menjaga kawasan margasatwa yang ada di Desa
Gresik Blido pada tahun 2000. Namun secara tiba tiba dengan adanya
penetapan kawasan konservasi pada area tersebut ratusan masyarakat
diwajibkan untuk mengosongkan lokasi dan harus pindah ke tempat lain.
Penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah tersebut mengacu pada
peraturan bahwa terhadap hutan konservasi maka tidak diizinkan terda-
pat pemukiman di dalamnya. Sementara dari pengakuan beberapa warga
menyatakan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap
kawasan hutan sudah dilakukan secara bijak dengan menerapkan ke-
arifan lokal yakni tidak merusak kawasan hutan dan menjaga kelestarian
150