Page 180 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 180
M. Nazir Salim & Westi Utami
lapangan adalah seringkali HTI melakukan klaim dan mengambil lahan
masyarakat ataupun tanah hutan adat yang telah lama dikelola oleh
masyarakat. Kondisi ini berdampak terhadap terbatasnya lahan garapan
masyarakat yang tinggal pada kawasan hutan khususnya yang terjadi di
Sumatera Selatan (Pirard, dkk 2016). Pelaksanaan pembangunan HTI yang
terjadi pada kondisi hutan alam dengan jumlah tutupan lahan berupa
pepohonan/kayu yang masih sangat tinggi tentunya bertentangan
dengan peraturan perundangan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan
No. 7 Tahun 1990 menyebutkan bahwa pemberian HTI dapat dilakukan
3
apabila hutan tersebut memiliki potensi hanya 20 m /hektar, namun pada
kenyataannya beberapa HTI yang diberikan masih memiliki potensi hutan
3
3
sejumlah 50 m /hektar bahkan ada yang masih mencapai 80 m /hektar
(Sudarmalik 2014). Kondisi hutan yang masih memiliki potensi lebih dari
3
20 m /Ha ini tentunya masih perlu dipertahankan sebagai hutan alam
karena masih dapat difungsikan dalam menjaga keseimbangan alam dan
kelestarian lingkungan serta menjaga keanekaragaman hayati dan satwa
di dalam kawasan hutan. Pemberian HTI yang diberikan pada hutan
dengan potensi lebih dari 20 m /hektar ini tentunya memberikan keun-
3
tungan kepada pemegang HTI terkait pemanfaatan kayu yang diberikan
dalam bentuk Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang dikeluarkan oleh Dinas
Kehutanan Provinsi. Meskipun dalam melakukan operasi IPK tersebut
perusahaan dikenakan biaya untuk pelaksanaan reboisasi namun dengan
jumlah potensi kayu yang masih sangat tinggi tentunya yang mendapat
keuntungan hanyalah para pengusaha.
Pada tahun 2009 Palembang merupakan salah satu provinsi yang
ditargetkan melaksanakan program HTI seluas 800 hektar. Program HTI
yang notabene melibatkan para pengusaha dan pemodal skala besar dalam
pelaksanaannya seringkali harus menggusur masyarakat yang sudah
tinggal sejak lama pada kawasan hutan. Perebutan lahan garapan antara
petani lokal dengan pendatang baru yakni pemodal/pengusaha ini men-
jadikan potensi-potensi konflik dapat terjadi secara massif di berbagai
lokasi. Selain itu dengan tergusurnya petani lokal dan hilangnya lahan
garapan masyarakat menjadi ancaman bagi menurunnya tingkat kesejah-
teraan masyarakat yang sudah tinggal sejak lama dalam kawasan hutan.
152