Page 214 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 214

M. Nazir Salim & Westi Utami

            bahwa untuk Sumatera Selatan alokasi tanah 20% yang dibangunkan
            untuk perkebunan masyarakat pada proses pengajuan, perpanjangan,
            dan pembaharuan HGU relatif dapat dilaksanakan, khususnya sejak
            diterbitkannya Permen ATR/BPN No. 7/2017. Sementara alokasi tanah
            20% yang diklaim dari pelepasan kawasan hutan belum dapat diinven-
            tarisasi, karena masih membutuhkan dukungan data lebih lengkap.
            Problemnya terletak pada kelengkapan data untuk melakukan inventarisasi
            dan verifikasi lahan-lahan yang dilepaskan dari kawasan hutan. Berbeda
            dengan Alokasi 20% dari pengajuan, perpanjangan, dan pembaharuan
            HGU pada praktiknya lebih mudah dilaksanakan karena hanya melibat-
            kan  satu sektor, yakni ATR/BPN, sehingga tinggal dilakukan dieksekusi.
            Selebihnya, pemda dan masyarakat setempat yang berperan mengatur
            subjek-subjek dan alokasi penggunaannya.


            3. Tanah Negara Bekas Hak dan Tanah Terlantar untuk
               Reforma Agraria
                Undang-undang Pokok Agraria telah mengatur secara tegas bah-
            wasannya pemegang hak dilarang untuk menelantarkan tanahnya. Ketika
            tanah ditelantarkan oleh pemegang hak maka sebagaimana diatur dalam
            peraturan berimplikasi terhadap hapusnya hak atas tanah dan akan
            dikuasai oleh negara. Obyek Tanah terlantar merupakan tanah yang sudah
            diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
            Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas
            tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak diman-
            faatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak
            atau dasar penguasaanya (Pasal 2 PP No. 11 Tahun 2010). Tanah terlantar
            merupakan salah satu sumber TORA yang dapat diprioritaskan untuk
            dapat ditertibkan dan didayagunakan untuk skema Reforma Agraria.

                Proses yang dilakukan dalam menertibkan tanah terlantar dimulai
            dengan penyiapan peta terindikasi tanah terlantar yang disiapkan oleh
            Kantor Wilayah BPN. Selanjutnya terhadap tanah yang sudah terindikasi
            terlantar tersebut dilakukan identifikasi dan penelitian oleh Panitia C
            yang terdiri atas Kepala Kantor Wilayah, Kepala Bidang Pengendalian
            Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, Sekretaris Daerah Kabu-

              186
   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219