Page 213 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 213
Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi
koperasi yang diusahakan secara bersama–sama oleh masyarakat tentu
lebih aman karena dapat menekan adanya perubahan penguasaan atau-
pun penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Sebenarnya, kewajiban membangunkan dan memberikan lahan
untuk masyarakat sebesar 20% dalam setiap perolahan HGU, perpan-
jangan, dan pembaharuan diawali dari hulunya. Pada saat proses
pelepasan kawasan hutan untuk APL (alokasi penggunaan lain) telah
diatur skema penyediaan lahan bagi masyarakat sejumlah 20% dari total
lahan yang dikeluarkan, sebagaimana diatur dalam Permen LHK No. P.
51/2016 dan Inpres No. 8/2018). Akan tetapi, KLHK hanya mengatur hulu
pada saat proses pelepasan, hilirnya akan diselesaikan dalam proses
ketika tanah tersebut dialokasikan untuk HGU atau penggunaan lainnya.
Kemudian ATR/BPN memperluas menjadi minimal menyediakan 20%
lahan bagi masyarakat. Bagi perusahaan yang pada proses awal belum
mengalokasikan lahan dimaksud maka akan terkena ketika mengajukan
perpanjangan atau pembaharuan hak. Pada ranah ini, terjadi banyak
perdebatan antara KLHK dan ATR/BPN karena aturan KLHK tidak clear,
siapa yang wajib mengurus dan mengelola lahan 20% dimaksud, sehingga
ketika lahan ini dipertanyakan oleh KLHK, ATR/BPN merasa tidak diberi
mandat hal tersebut, apalagi lokasi dan petanya tidak disertakan secara
valid, sehingga kesulitan untuk menjadikan objek tersebut sebagai TORA
pelepasan kawasan hutan.
Kondisi yang terjadi di Sumatera Selatan, terhadap alokasi tanah
20% bekas tanah kawasan hutan yang diarahkan untuk target Reforma
Agraria ini masih belum dapat dilacak datanya. Pihak BPKH menyatakan
bahwa tugas BPKH beserta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan
Hidup hanya sebatas pada proses pelepasan kawasan hutan dan penga-
turan tata batas, sementara untuk proses alokasi tanah yang sudah dile-
paskan oleh KLHK hendaknya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah dan kabupaten/kota untuk mengalokasikannya. Berdasarkan
laporan yang dihimpun dari Tim GTRA juga menyebutkan bahwa alokasi
untuk sumber TORA dari 20% pelepasan kawasan hutan ini juga belum
terinventarisir dan belum ada dalam database tanah untuk RA.
Berdasarkan hasil kajian dan analisis data maka dapat disimpulkan
185