Page 208 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 208
M. Nazir Salim & Westi Utami
menurut data BPS menunjukkan sebagai Kabupaten terkaya ke-6 di
seluruh Indonesia. Namun apabila disandingkan dengan data-data
lainnya kekayaan yang dimiliki Kabupaten MUBA sangatlah kontras.
Kajian Rostartina (2013) mengkonfirmasi bahwa sebagai kabupaten kaya,
MUBA memiliki tingkat kemiskinan masyarakat yang sangat tinggi.
Muncul banyak pertanyaan kemanakah kekayaan sumber daya alam
tersebut diperuntukkan dan mengapa kondisi ini dapat terjadi? Sangat
mungkin penyebabnya adalah kebijakan yang timpang akibat peman-
faatan dan penguasaan sumber daya alam secara luas dimonopoli oleh
segelintir pemodal. Para pengusaha mengeksploitasi sumber daya alam
tanpa memperhatikan masyarakat sekitar dan tanpa melibatkan/parti-
sipasi masyarakat. Pembangunan basis-basis ekonomi tanpa melibatkan
masyarakat dalam banyak hal pada gilirannya akan menciptakan kantong-
kantong kemiskinan yang akut.
Potret ketimpangan dan konflik yang sudah berlangsung lama dan
terus terjadi membuat pemerintah harus mengupayakan berbagai skema
untuk penyelesaiannya. Salah satunya dalam bentuk regulasi untuk
mengurangi kesenjangan, kemiskinan, dan konflik yang terjadi pada area
di sekitar kawasan HGU. Pemerintah telah menetapkan beberapa pera-
turan yang mengatur adanya perkebunan masyarakat, perusahaan inti
rakyat, perkebunan plasma yang bertujuan agar asset tanah tidak hanya
dinikmati oleh sekelompok golongan tertentu khususnya perusahaan dan
pemodal besar, akan tetapi masyarakat luas juga harus menerima dan
memanfaatkan asset tersebut. Salah satunya menyamakan visi pem-
bangunan skema plasma dengan Permen ATR/BPN No. 7 2017 dan
Permentan terbaru sebagai ganti 26/Permentan OT.140/2007 tentang
Pedoman Perizinan yang selanjutnya diatur secara detil dalam Per-
mentan No. 29/PERMENTAN/PP.210/7/2018 jo Permentan No. 05/2019.
Pasal 9 Permentan No. 5/2019 menyatakan pemegang HGU harus mem-
bangunkan kebun masyarakat sekitar, paling sedikit 20% dari luas
Izin Usaha Perkebunan yang diperoleh. Direktur Jenderal Perkebunan
Kementerian pertanian menambahkan bahwasannya untuk pem-
bangunan 20% lahan tersebut dapat dilakukan melalui pola bagi hasil,
pola kredit, ataupun pola pendanaan lain yang telah disepakati dan sesuai
180