Page 207 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 207

Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi

               sebagai sektor penyumbang konflik agraria (144/35%) letusan konflik
               dengan luasan area 591.640,32 Ha (KPA 2018). Trend yang terjadi terkait
               konflik perkebunan terus mengalami peningkatan, baik jumlah konflik
               maupun luasan lahan yang menjadi basis konflik. Potret yang terjadi
               antara pengusaha dengan masyarakat yang tinggal pada kawasan sekitar
               perkebunan sangatlah timpang (Purwandari 2011; Roostartina 2013). Selain
               itu apabila dilihat dari sisi penggunaan dan pemanfaatan tanah, pada
               lokasi perkebunan skala besar dilakukan pembangunan, budidaya dan
               pengolahan lahan dengan teknologi maju dengan memanfaatkan alat
               berat sehingga lahan tersebut dapat digarap secara optimal. Selain itu
               kecukupan modal yang dimiliki perusahaan mampu mengolah tanah
               yang kurang subur menjadi tanah subur dan berkecukupan air sehingga
               dapat ditanami komoditas tanaman perkebunan yang produktif. Semen-
               tara potret yang terjadi di tahun 1980-an hingga 1990-an beberapa lahan
               yang terletak pada pinggiran kawasan perkebunan milik masyarakat
               dibiarkan tidak produktif dikarenakan keterbatasan pengetahuan,
               teknologi, dan modal, sehingga masyarakat hanya mampu menyaksikan
               para pengusaha menikmati hasil panen serta kekayaan yang berlimpah.
                   Kondisi yang terjadi di sekitar kawasan HGU, perusahaan mampu
               menghasilkan panen yang berlimpah dengan penguasaan lahan sangat
               luas, di sisi lain masyarakat setempat yang sudah tinggal lama berada
               dalam kemiskinan menjadi pemandangan yang kontras di lokasi-lokasi
               perkebunan (Lestari 2014). Ketimpangan yang sangat kental ini seringkali
               menimbulkan kecemburuan antara masyarakat dengan pihak perusahaan
               yang pada akhirnya berujung pada konflik tenurial dan kekerasan sebagai
               akibat perambahan hasil perkebunan. Menyelesaikan permasalahan
               tersebut dengan cara kekerasan tentunya bukanlah keputusan yang bijak
               dan tidak menyelesaikan persoalan mendasar yang terjadi antara petani
               dengan pihak perkebunan.

                   Ketimpangan dan kemiskinan di sekitar kawasan perkebunan dan
               pertambangan juga terjadi di Sumatera Selatan khususnya di Musi
               Banyuasin (MUBA). Kajian yang dilakukan Roostartina (2013) di MUBA
               menunjukkan bahwa kabupaten ini memiliki kekayaaan Sumber Daya
               Alam minyak dan gas terbesar di Sumatera Selatan. Selain itu MUBA

                                                                         179
   202   203   204   205   206   207   208   209   210   211   212