Page 86 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 86
M. Nazir Salim & Westi Utami
Peraturan Menteri LHK No. 39/2017).
Catatan pentingnya pada periode Reformasi adalah negara lebih
memfokuskan pada legalisasi aset dibanding menata aset lewat distribusi
maupun redistribusi. Fokus ini menentukan hasil akhir dari pilihan kebi-
jakan, karena legalisasi aset kemudian menjadi prioritas dan mengenyam-
pingkan program kebijakan RA. Hal ini berbeda dengan periode Orde
Lama ketika awal membentuk program RA tahun 1960, prioritas Sukarno
menata kelembagaan dari level pusat sampai desa (Kepres 131/1961), tahap
berikutnya fokus pada distribusi aset dengan tujuan menata penguasaan
tanah pertanian agar tercipta keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Intinya, ada dua hal yang berbeda prioritas pada Orde Lama dan Refor-
masi, termasuk juga objek TORA-nya cukup berbeda. Periode Jokowi
mengalami perluasan objek dan subjek TORA secara signifikan, karena
tanah hutan juga menjadi bagian dari program Reforma Agraria.
Ketika Sukarno membangun kelembagaan RA pada tahun 1961, ia
menerbitkan Kepres 131/1961 dengan membentuk panitia RA dari pusat
sampai desa, dan dalam waktu yang singkat, panitia RA telah hadir sampai
tingkat desa. Panitia inilah yang kemudian segera bekerja untuk mela-
kukan distribusi tanah kepada petani penggarap sesuai PP 224/1961 Pasal
8. Pada periode Joko Widodo, hal yang sama juga dilakukan yakni mem-
bentuk kelembagaan RA dengan Perpres 86/2018 yakni Gugus Tugas
Reforma Agraria (GTRA), namun hanya sampai tingkat kabupaten. Sete-
lah satu tahun Perpres 88/2018 diundangkan, pembentukan kelembagaan
GTRA di daerah mengalami pelambatan, padahal keberadaannya sangat
dibutuhkan. Update data terakhir baru sekitar 103 GTRA yang terbentuk
(32 di tingkat provinsi dan 71 di tingkat kabupaten), padahal tiga bulan
setelah Perpres 88/2018 diundangkan, pemerintah harus membentuk
GTRA di seluruh Indonesia, tentu saja secara bertahap, karena terkait
juga persoalan SDM dan anggaran. Namun menurut penulis, setelah satu
tahun keberadaan perpres, capaian pembentukan GTRA cukup lambat.
Dalam membandingkan dua hal di atas, tampak secara kelembagaan
terjadi gap yang cukup jauh dan krusial. Desain RA Orde Lama mem-
bangun kelembagaan sampai tingkat desa, itu artinya Sukarno menyiap-
kan secara serius partisipasi publik dalam penyelenggaraan RA. Periode
58