Page 88 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 88

M. Nazir Salim & Westi Utami

            meletakkan dasar-dasar penataan agraria secara nasional, namun sayang
            sebelum semua program Sukarno dijalankan, peristiwa 1965 telah meng-
            hancurkan mimpi dan cita-citanya. Sayangnya, Soeharto tidak melan-
            jutkan cita-cita Sukarno justru menghancurkan semua perangkat hukum
            dan kelembagaan yang diciptakan Sukarno, dengan alasan komunis di
            balik semua gagasan RA Sukarno. Suharto merubah arah dan strategi
            kebijakan RA, mereduksi menjadi distribusi tanah kawasan hutan dengan
            metode transmigrasi. Fokus utama Suharto hanya untuk pembangunan
            dan industri, sehingga penataan lahan diabaikan, padahal ketimpangan
            penguasaan lahan semakin melebar.

                Selama pemerintahannya, Suharto telah menciptakan ketimpangan
            penguasaan tanah yang cukup lebar. Akibat kebijakan tersebut berkon-
            tribusi pada konflik penguasaan lahan dan tanah tidak lagi menjadi
            konsentrasi untuk pembangunan kedaulatan pangan, melainkan tanah
            untuk melayani kepentingan pembangunan dan industri. Di tengah
            situasi tersebut, kejatuhan Suharto adalah keniscayaan, karena konflik
            dan ketegangan hubungan negara dengan petani-masyarakat, NGO,
            akademisi semakin meningkat, sampai akhirnya ia lengser 1998. Sejak
            Suharto berkuasa, nyaris isu RA tenggelam, UUPA yang dihasilkan oleh
            Sukarno dipetieskan, dan RA tidak dijalankan. Naiknya Habibie mem-
            berikan harapan baru, ia mencoba memberlakukan kembali UUPA dan
            gagasan untuk menjalankan RA dengan membentuk tim Landreform.
            Akan tetapi pemerintahan Habibie sangat singkat sehingga ia belum
            sempat menjalankan RA sebagai kebijakan resmi negara pasca peme-
            rintahan otoriter Suharto.

                Periode reformasi yang diawali oleh Habibie dilanjutkan oleh Gus
            Dur-Megawati dan SBY. Pada pemerintahan inilah isu RA terus menguat
            dan negara kemudian memberikan ruang yang cukup kepada masyarakat
            untuk menuntut pelaksanaan RA. Pada periode ini, gagasan RA benar-
            benar menemukan momennya dan praktik RA diupayakan. Melalui TAP
            MPR IX/2001 menjadi titik balik pelaksanaan kembali RA di Indonesia,
            dan SBY kemudian melanjutkan dengan menjalankan program RA. Akan
            tetapi, praktiknya tidak mudah, dan jalannya pelaksanaan RA pada
            periode SBY tersendat dan cenderung jalan di tempat. Menjelang


              60
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93