Page 93 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 93
Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi
Chrisantiny (2007) dalam studinya tentang redistribusi tanah di Jawa
kepada petani kecil dan petani tak bertanah yang menerima objek redis
kemudian tereksklusi dari objek yang diterima. Para elite dan tuan tanah
kemudian mengambil alih tanah mereka, baik membeli maupun menye-
wa tanah mereka serta mempekerjakannya sebagai buruh upahan. Hal
yang sama juga terjadi di Filipina, Vietnam, dan Laos, dimana redistribusi
kemudian diikuti oleh perpindahan tanah ke segelintir orang (elite) atau
pihak-pihak yang memiliki pengaruh (Sirait 2017, 16). Dampaknya, petani
kecil kemudian terancam dan terusir dari tanahnya karena tidak punya
cara untuk mempertahankannya (Franco 2008).
Selain Studi Chrisantiny, penelitian terhadap redistribusi tanah dari
kawasan non hutan yang basisnya HGU menunjukkan garis lurus prob-
lem yang dihadapi masyarakat. Pangkal persoalan sebagaimana studi
Soetarto (2007) berangkat dari konflik-konflik yang terjadi pada klaim
atau reklaiming lahan HGU dan berujung pada upaya redistribusi lahan
kepada masyarakat petani. Problem utama dijumpai pada pasca redis,
negara ingin selalu hadir untuk menyelesaikan konflik lahan namun tidak
memiliki energi untuk menata sekaligus memastikan lahan itu terus me-
nerus ada di tangan petani. Hal yang sama juga temuan Bakri (2016), per-
geseran lahan pasca redis menjadi alarm bagi negara yang tidak memiliki
kemampuan kontrol terhadap pasar tanah yang terjadi pada masyarakat.
Yang paling menonjol terlihat pada proyek PPAN di Cilacap, temuan
Setiaji dan Saleh (2014) menunjukkan lemahnya negara berhadapan
dengan pasar dan makelar tanah, sebab pasca redis akumulasi lahan
terjadi dan sangat merugikan petani. Ada banyak alasan mengapa petani
melepas lahannya, di antaranya faktor kebutuhan, faktor jaringan mafia
tanah, dan situasi ekonomi petani yang memungkinkan lahan itu dile-
paskan. Temuan lain menunjukkan betapa lemahnya petani akibat sistem
yang menjerat mereka akibat perolehan tanah redis yang sangat kecil,
tidak cukup memenuhi kebutuhan subsistennya, sehingga tanah dijadi-
kan sebagai jaminan, dan cepat atau lambat akan lepas dari tangannya.
Problem penting berikutnya adalah perolehan lahan yang sempit
dari redistribusi tanah ikut andil terhadap mudahnya lahan-lahan beralih
ke kelompok elite lokal dan segelintir orang yang berpengaruh. Banyak
65