Page 95 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 95

Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi

               sektor baik ranah hutan maupun non hutan (Rachman 2013). Keruwetan
               itu kini semakin bertambah dan negara kesulitan mengurai benang kusut-
               nya akibat tumpang tindih peraturan dan overlaping pengaturan kewe-
               nangan (Sumardjono 2011). Saat ini, yang mungkin dilakukan oleh negara
               adalah mengurai secara parsial, karena “mendetoks” secara keselu-
               ruhan—penataan penguasaan—akan menjadi bayang-bayang menakut-
               kan bagi elite negara, yakni konflik horizontal.

                   Berangkat dari situlah gagasan memperbaiki secara parsial kemu-
               dian menjadi cara yang harus ditempuh para pengambil kebijakan. Niat
               mulia meredistribusi hak atas tanah kepada masyarakat yang mem-
               butuhkan harus digeser dengan berbagai skema yang mudah dikerjakan.
               RA harus didefinisikan ulang sesuai realitas Indonesia hari ini, karena
               mengandalkan penataan struktur penguasaan tanah dan redistribusi
               dengan status hak milik selain kesulitan akibat terbatas pada objek
               haknya (TORA) juga sulit untuk mendapatkan dukungan politiknya.
                   Pada objek TORA lainnya, Kementerian ATR/BPN tidak punya cara
               yang efektif untuk menemukan rumus penyelesaian atas tanah kelebihan
               maksimum dan absentee (Perpu 56/1960). Padahal dua ranah itu jika
               digarap dengan benar yang akan menjadi core sentral penataan struktur
               penguasaan tanah pertanian sebagaimana amanat UUPA. Tentu saja
               liberalisasi kebijakan pemberian tanah skala luas kepada investor harus
               dikontrol dan ditinjau kembali, sebab ranah itu ikut menyumbang besar
               atas ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia. Presiden Jokowi tam-
               pak memulai dengan membatasi secara ketat pemberian lahan skala luas
               kepada korporasi , juga telah melakukan moratorium sawit (Inpres No.
                              1
               8/2018) yang salah satunya untuk mencegah akumulasi lahan pada ke-
               lompok tertentu, sehingga memperparah ketimpangannya.



                   1  Sejak berkuasa tahun 2014 hingga hari ini, Jokowi-JK mengklaim belum
               pernah mengeluarkan izin HTI dan HGU skala luas kepada korporasi, yang diakui
               sebagai bentuk keberpihakannya kepada petani kecil sekaligus menunjukkan pili-
               han arah dan politik kebijakannya. Namun klaim itu penting untuk di cek, beberapa
               informasi menyebutkan ATR/BPN pada periode tersebut juga mengeluarkan HGU
               untuk sawit, walau sebagian Izin Lokasinya dikeluarkan pada periode sebelumnya,
               bukan pada masa pemerintahannya.

                                                                         67
   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100