Page 92 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 92
M. Nazir Salim & Westi Utami
Melalui Kantor Staf Presiden, Jokwi-JK mengatakan, RA adalah “upaya
menata ulang akses dan status hukum atas tanah dan sumber daya alam
agar terwujudnya keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah, wilayah, serta sumber daya alam” (Kantor Staf
Presiden 2017, 8). Kata menata ulang akses menjadi salah satu poin baru
dan penting dalam praktik kebijakannya, karena selain redistribusi aset
hak milik, Jokowi-JK juga membuka peluang seluas mungkin akses masya-
rakat terhadap pengelolaan lahan yang selama ini tidak pernah disen-
tuh oleh negara, yakni wilayah hutan, baik hutan produksi maupun hutan
lindung. Dalam catatan sejarah, fakta menunjukkan RA mengalami
banyak tafsir dan perubahan pada praktik, baik model, pendefinisian,
penerapan, tujuan, dan fungsinya yang diselaraskan dengan perkem-
bangan dan kebutuhan zaman sekaligus kebutuhan negara. Pilihan dan
praktik kebijakan yang diambil Jokowi-JK dengan memadukan antara
redis (hak milik) dan akses pemanfaatan lahan hutan (izin pemanfaatan)
seluas mungkin kepada masyarakat merupakan ikhtiar politik yang
sedang dijalankannya.
Sebelum masuk pada agenda RA Jokowi-JK, penulis ingin mendu-
dukkan beberapa persoalan dasar di dalam praktik kebijakan RA dengan
merujuk pada beberapa studi di Indonesia yang otoritatif. Melalui studi
yang komprehensif, Sirait mencoba mendudukkan pengalaman negara-
negara lain sebagai contoh yang kebetulan juga mengalami banyak per-
soalan dalam menjalankan RA, karena dinamikanya begitu besar dan
problem yang muncul di lapangan cukup dilematis. Beberapa pakar
mulai menggugat redistribusi tanah (hak milik) menimbulkan beberapa
masalah, sebagaimana studi kasus yang dilakukan di Filipina, Vietnam, Laos,
Meksiko, dan Indonesia, telah terjadi proses eksklusi dan inklusi.
Kebanyakan, basis dari ketimpangan dalam struktur agraria bersemayam
dalam proses individualisasi tanah (Sirat 2017, 17). Proses individualisasi itu
pada gilirannya mengakumulasi tanah pada segelintir orang akibat kontrol
negara dan komunitas yang lemah. Tentu tidak sepenuhnya kesalahan pada
subjek penerima redis, melainkan beberapa persoalan yang ditimbulkan
akibat pasar tanah yang terbuka dan kecilnya para subjek penerima redis
sehingga tidak bisa menggantungkan hidup pada tanah yang diterima.
64