Page 82 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 82
M. Nazir Salim & Westi Utami
Dua Perpres di atas merupakan aturan yang dibutuhkan oleh negara
untuk menjalankan Reforma Agraria secara efektif. Sekalipun karena
keterbatasan anggaran, negara belum mampu membentuk kelembagaan
(GTRA) sebagaimana pesan Perpres 88/2018 sampai ketingkat kabupaten,
baru sebatas di tingkat provinsi. Artinya secara perlahan progres rezim
Jokowi-JK cukup relatif jelas, walaupun rupanya dalam praktik mengalami
perlambatan, karena pada level praktik tidak semudah yang dibayangkan,
sebab sesuatu yang baru tidak mudah diterima oleh semua pihak, sehing-
ga jalannya RA hingga akhir 2018 masih jauh dari harapan. Padahal
harapannya, lahirnya GTRA dari provinsi sampai kabupaten akan menjadi
motor untuk menggerakkan RA di lapangan termasuk menyelesaikan
persoalan konflik agraria yang masih terus berlangsung di berbagai
daerah. Namun demikian, belum terbentuknya GTRA di tingkat kabu-
paten tidak menghentikan agenda pelaksanaan RA pada masing-masing
kementerian. Di Kementerian ATR/BPN, pelaksanaan redistribusi tanah
dari kawasan non hutan dan kawasan hutan yang dikeluarkan tetap
berlangsung. Sementara legalisasi aset masyarakat yang juga menjadi
bagian dari skema RA terus dijalankan, bahkan terus mengalami perce-
patan dengan progres yang cukup siginifikan (Sekjen ATR/BPN 2019),
karena legalisasi aset masuk menjadi program prioritas yang menjadi
salah satu cara untuk menata kepemilikan dan penguasaan tanah di Indo-
nesia sekaligus sebagai skema penataan Reforma Agraria. Sementara di
KLHK, program inventarisasi dan verifikasi lapangan untuk PPTKH dan
Perhutanan Sosial terus berjalan. Artinya, sekalipun kelembagaannya belum
terbentuk secara tuntas, program RA Jokowi-JK tetap berjalan, walaupun
percepatannya tidak bisa seperti yang diharapkan banyak pihak di daerah.
Ada hal yang cukup meresahkan publik terkait agenda pertama yakni
“Penguatan Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria”. Dalam konteks
pembangunan infrastruktur hukum (regulasi), progresnya cukup
signifikan karena secara umum terus berlangsung dan kebutuhan aturan
hukum bisa dipenuhi. Namun untuk penyelesaian konflik menjadi perso-
alan. Selama ini dua kementerian, ATR/BPN dan KLHK memiliki divisi
penyelesaian sengketa konflik di dua wilayah, namun keduanya tidak
bersinergi untuk menyelesaikan konflik-konflik di lapangan. Harapannya
tentu di GTRA akan diselesaikan persoalan konflik tenurial baik di ka-
54