Page 301 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 301
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
rintahkan aparat sipilnya dari berbagai wilayah di Indo-
nesia untuk mendukung proyek RALAS, karena admi-
nistrasi tanah Aceh harus segera diselesaikan, sekaligus
membantu mengurangi beban masyarakat Aceh pasca
bencana. Pengerahan ASN dari berbagai kantor BPN
dimulai tahun 2005 pada tahap pertama dan 2006 untuk
tahap kedua, dengan terlebih dahulu dilakukan pelatihan
(Pendidikan dan Pelatihan-Diklat) secara intensif di Su-
matera Utara sebelum diterjunkan di Aceh dan Nias.
Merekonstruksi dan merehabilitasi f isik maupun
administrasi pertanahan merupakan pekerjaan yang cukup
berat, baik secara praktik maupun koordinasi dengan
multistakeholder, termasuk koordinasi dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat/NGO yang banyak terlibat di la-
pangan. Kompleksitas persoalan di lapangan, perbedaan
adat istiadat, dan karakteristik masyarakat yang berbeda
harus dihadapi oleh para peserta rekonstruksi (Tim Aju-
dikasi dari BPN yang datang dari berbagai wilayah Indo-
nesia) yang seringkali menimbulkan persoalan. Hal ini
menjadi salah satu tantangan yang cukup berat dalam
pelaksanaan RALAS di Aceh maupun di Sumatera Utara
(Dokumen Laporan Pelaksanaan RALAS BPN, 2008).
Sebelum melaksanakan ajudikasi, tim dibekali dengan
diklat ajudikasi yang di antaranya memberikan pembe-
kalan mengenai tata cara pengadministrasian pertanahan
secara online untuk mitigasi terjadinya permasalahan per-
tanahan pasca bencana alam.
RALAS dilaksanakan dengan pendekatan partisipasi
masyarakat dalam merekonstruksi fisik tanah dan juga
265