Page 297 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 297
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
di seluruh Indonesia, penyiapan aplikasi data tekstual dan
spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah, pemetaan
kadastral dalam rangka inventarisasi dan registrasi pengu-
asaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi
informasi untuk menunjang kebijakan pelaksanaan
landreform dan pemberian hak atas tanah. Beberapa perin-
tah tersebut menjadi konsentrasi Kepala BPN dan Wakil
BPN pada periode tersebut, tentu saja pekerjaan lain dan
pekerjaan rutinitas juga menjadi perhatian utama.
Keluarnya Tap MPR No. IX/MPR/2001 sebenarnya
momentum untuk menjalankan amant UUPA yakni
penataan pengusaan tanah di Indonesia. Akan tetapi dalam
banyak catatan, sekalipun peristiwa reclaiming tanah masif
terjadi pada tahun 1998, setelah Tap MPR di atas keluar
tidak berhasil melakukan redistribusi tanah sesuai yang
diharapakan oleh petani dan masyarakat luas. BPN tetap
menjalankan redistribusi tanah tetapi sebagai kegiatan
rutin. Padahal pada saat itu tuntutan masyarakat, BPN
diharapkan melakukan redistribusi tanah secara luas seba-
gai bentuk jawaban atas tuntutan warga. Namun justru
terjadi pembiaran dan menjadi persoalan yang berlarut.
Sementara konflik Agraria tetap meluas dan penyelesaian-
nya dilakukan secara parsial. Banyak kasus konflik agraria
tidak terselesaikan dan masyarakat terlanjur tidak mem-
percayai lembaga kepolisian dan pengadilan dalam menye-
lesaikan persoalan konflik agraria.
Pada tahun 2004, melihat realitas konflik agraria tak
kunjung reda, Komnas Ham bersama beberapa NGO di
261