Page 295 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 295
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
sebut bisa dimaknai pemerintah telah menetapkan kebi-
jakan terkait eksistensi BPN secara kelembagaan dari level
pusat sampai daerah. Lebih jauh Pasal 32 menyatakan
dengan tegas, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota tetap merupakan instansi
vertikal yang secara teknis administratif berada di bawah
pembinaan Badan Pertanahan dan tetap melaksanakan
tugas dan fungsinya. Dengan keppres tersebut, perde-
batan terkait wacana pembubaran BPN dengan melim-
pahkan kewenangannya ke daerah kemudian berhenti.
Menariknya, Keppres di atas justru tidak menjawab
kehendak BPN yang akan menjalankan landreform saat
Hasan Basri Durin “merayu” Gus Dur agar BPN diper-
tahankan sebagai lembaga yang mengurus pertanahan.
Durin menyatakan akan menjalankan amanat UUPA dan
landreform jika eksistensi BPN dipertahankan sebagai se-
buah lembaga. Justru hal tersebut tidak tercermin dalam
Keppres di atas yang menegaskan kedudukan organisasi
kedeputian. Pasal 4 menyebutkan, kedeputian terdiri atas:
Deputi Bidang Pengkajian dan Hukum Pertanahan; Depu-
ti Bidang Informasi Pertanahan; Deputi Bidang Tata Lak-
sana Pertanahan; Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan
dan Pemberdayaan Masyarakat; dan Inspektorat Utama.
Tidak terdapat kedeputian yang secara tegas menangani
landreform sebagaimana janji Surat Terbuka Keluarga
BPN.
Pada tahun 2001-2005, Lutfi Ibrahim Nasoetion men-
dapat kepercayaan untuk memimpin Badan Pertanahan
Nasional. Dan Februari 2002-2005 Prof. Maria S.W.
259