Page 311 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 311
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
rus dijalankan, BPN juga mengemban mandat Pasal 33
(ayat 3) UUD 1945, mewarisi kekayaan sumber daya alam
yang harus diperuntukkan untuk kesejahteraan ummat.
Persepsi akademisi dan aktivis menempatkan BPN
sebagai sebuah lembaga agraria yang tidak memiliki kewe-
nangan penuh dalam menata graria, bergantung pada
kementerian lain didalam mengelola kebijakan. Anggapan
ini menjadi wacana serius karena kelembagaan ini tidak
memiliki kewenangan yang luas dan jangkauannya diang-
gap terbatas, setidaknya rekaman itu yang penulis dapat-
kan dari berbagai forum diskusi tentang agraria. Dalam
rapat-rapat resmi kabinet, BPN dan lembaga sejenis lain-
nya tidak menjadi bagian kelembagaan yang dilibatkan,
karena rapat kabinet hanya untuk lembaga kementerian,
sementara bagai scholar activist, persoalan agraria baik
konflik maupun problem ketimpangan penguasaan lahan
serta krisis lahan pangan merupakan urusan yang krusial.
Jadi, sebagaimana wacana yang mengemuka di publik,
sebuah kemustahilan persoalan tersebut bisa diselesaikan
sementara BPN yang mengelola agraria tidak pernah
menjadi bagian dalam agenda rapat dalam kabinet, karena
alasan kelembagaan. Artinya, BPN dianggap memiliki
posisi tawar yang rendah, sehingga dalam kasus RA, BPN
“ditinggal” oleh kementerian lain.
Dalam komunikasi penulis dengan Rachman sebagai
bagian dari partner Tim Trnasisi, suara-suara tentang pe-
ningkatan kelembagaan agraria telah disampaikan dan
menjadi perhatian presiden terpilih. Dan terbukti pada
saat pengumuman kabinet Jokowi-Yusuf Kalla, BPN
275