Page 111 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 111

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  99


              parah  karena  pengangguran 16  dan  kemiskinan. Pemerintah  Hinda
              Belanda  berusaha  untuk  mengurangi penganguran  akibat  krisis
              dan  untuk  tinggal buruh  yang tidak  punya  tempat  tinggal dengan
              membangun    kamp-kamp   kerja. Salah  satu  kota  yang dijadikan
              tempat untuk membangun kamp tersebut adalah Jember (1937).
                  Imbas  dari depresi tidak  hanya  persoalan  penurunan  jumlah
              permintaan, tapi juga  berdampak  pada  keberadaan  perusahaan

              perkebunan  sendiri. Para  pengusaha  tidak  mampu  lagi meneruskan
              usahanya  dan   mengalami   kebangkrutan.  Terdapat  beberapa
              perusahaan perkebunan yang harus gulung tikar, seperti: (i) Perusahaan
              Perkebunan Tembakau Besukie yang memiliki lahan di distrik Rawa

              Tamtu dan Jubung; (ii) Perusahaan Perkebunan Tembakau Kontjir; dan
              (iii) Perusahaan Tembakau Sumbersari. Ketiga perusahaan perkebunan
              tersebut  memilih  untuk  meninggalkan  tanah  erfpacht-nya, kemudian




              membagikan tanah-tanah tersebut kepada para pegawainy  Berbeda

              dengan  itu, untuk  perusahaan  perkebunan  de  Firma  Frasen  Eaton
              yang memiliki lahan  di distrik  Ambulu  hanya  mengurangi jumlah
              pembudidayaan  tanaman   dan  produksinya, termasuk  membatasi
              pembeliannya  kepada  petani. Bahkan  menurut  angka-angka  tahun
              1942, terdapat beberapa tanaman perkebunan seperti karet, kina, kopi,
              teh dan lain-lain tanaman keras yang terletak di tiga daerah Karesidenan

              Besuki juga  mengalami penurunan  yang hebat  akibat  krisis. Untuk
              keluasan perkebunan di Jember hanya mencapai 34.045 ha. 17
                  Krisis  ekonomi, tidak  serta  merta  merupakan  tanda  bagi
              berhentinya  aktivitas  pembudidayaan  dan  pengelolaan  lahan  atas
              tanaman  perkebunan, termasuk   menggarap   lahan  perkebunan
              yang telah ditinggalkan para pemilik erfpacht. Pada sisi, Pemerintah
              Hindia  Belanda  pada  tahun  1937 melalui Departemen  Urusan


              16  Lihat John Ingleson, Perkotaan, Masalah Sosial dan Perburuhan di Jawa
                  Masa Kolonial (Iskandar P. Nugraha, penerjemah) (Depok: Komunitas
                  Bambu, 2013), hlm. 199.
              17   Laporan  Djawatan  Penerangan  Republik  Indonesia  Propinsi  Djawa
                  Timur, Propinsi Jawa Timur (Surabaya: Tugu Pahlawan, 1950), hlm. 339.
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116