Page 109 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 109
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 97
Akibatnya, pada kaum onderneming saat itu hanya mampu
mengekspor sebanyak 138.139 bal tembakau. Pada tahun-tahun
berikutnya permintaan akan hasil tanaman perkebunan semakin
menurun. Bahkan berbagai rencana pembangunan infrastruktur
jalan ke berbagai daerah terpencil diurungkan pemerintah kolonial
karena menurunnya jumlah pendapatan. 12
Merujuk pada nilai ekspor utama untuk semua tanaman
perkebunan penurunan y U
tanaman k Jawa pada tahun 19 ekspor
36.352.000 gulden, kemudian pada tahun 1925 mencapai 35.798.000
gulden, dan pada tahun 1930 hanya mencapai 11.744.000 gulden.
T penurunan ekspor y sangat signiikan
tanaman perkebunan jenis kopi ini. Penurunan nilai ekspor juga
t pada perkebunan y menghasilkan gula Jaw
Pada tahun 1920 nilai ekspor yang diterima kaum ondernemer masih
mencapai 1.049.811.000 gulden. Sektor industri perkebuna ini sudah
mengalami penuruan nilai ekspor sejak tahun 1925 yang hanya
mencapai 369.474.000 gulden. Nilai ekspor mengalami titik nadir
pada tahun 1930 yaitu menurun menjadi 254.271.000 gulden. Begitu
juga dengan tanaman tembakau, nilai ekspor di Jawa pada tahun
1920 mencapai 45.608.000 gulden, kemudian mulai menurut pada
tahun 1925 menjadi 36.783.000 gulden, dan pada tahun 1930 hanya
berkisar pada 12.301.000 gulden. 13
Gambar tabel di bawah ini menunjukkan peta nilai ekspor
tanaman perkebunan pada tahun-tahun krisis ekonomi melanda.
12 J. S Furnivall, Netherlands Indies, hlm. 442.
13 Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia;
Kajian Sosial Ekonomi (Yogyakarta: Aditya Media, 1991), hlm. 110-11.