Page 182 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 182
170 Tri Chandra Aprianto
syarat-syarat kerja yang baik untuk menampung para pengangguran,
(ii) tersedianya tunjangan pengangguran dan setengah pengangur
yang layak dan merata., (iii) tersedianya pembagian tanah yang
cukup. 88
Lebih dari itu, mereka juga mempelopori penandatanganan
semacam nota kesepahaman antara kaum buruh perkebunan
dengan pihak majikan pada tahun tahun aw tahun 19
Adanya nota kesepahaman tersebut mampu memaksa pihak majikan
memperhatikan peningkatan kesejahteraan kaum buruh perkebunan
89
mulai dari pembagian jatah beras hingga pelayanan kesehatan.
Pada tingkat tertentu proses penandatanganan tersebut merupakan
“kemenangan” awal bagi kaum buruh perkebunan, karena proses
seperti itu sebelumnya belum pernah ada. Lebih mengejutkan ini
dilakukan oleh kekuatan organisasi buruh perkebunan sendiri secara
mandiri. Mereka juga mampu memaksa pihak Algemeen Landbouw
Syndicaat (ALS) (sebuah gabungan perusahaan perkebunan besar di
Jawa) guna menandatangani kesepahaman dalam hal perselisihan
perburuhan. Perundingan itu berupa kesepakatan yang tertuang
dalam CAO (Collectieve Arbeids Overeenkomstatau Collective
Labour Agreement).
Selain itu juga untuk meningkatkan tawar
perkebunan terhadap kaum majikan, berkembang aksi yang
dilakukan secara perorangan, atau yang lebih dikenal dengan istilah
aksi kombang. Sebuah aksi protes dengan secara personal, yakni
dengan mendatangi orang-orang perusahaan perkebunan, baik
itu para tenaga administrasi maupun mandor, bahkan tuan kebun
pada awalnya dijalankan oleh buruh perk
wilayah Sumatra Timur sudah menjalar k
termasuk wilayah perusahaan perkebunan Jember A
88 Berita Organisasi Sabupri, No. 16 Th-I, Djuli 1953, hlm. 53-5.
89 Wawancara Jacob Vredenbergt 18 September 2004.