Page 208 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 208
196 Tri Chandra Aprianto
Setidaknya terdapat tiga pertimbangan untuk melakukan aksi
pengambilalihan t idenya dicetuskan saat Musyawar
N Pembangunan Tahun 19 bahwa
adalah modal pembangunan; (ii) Indonesia dikenal sebagai negara
yang mempunyai potensi ekonomi sejak komoditas perkebunan
berupa rempah-rempah dari Maluku menghubungkan Nusantara
dengan dunia Barat; (iii) sengketa Irian Barat. 12
Sementara itu tanggapan yang diperlihatkan oleh Pemerintah
Belanda sendiri adalah bersikap keras kepala. Mereka tidak
menanggapi tekanan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia
secara serius. Bahkan memasuki tahun 1958, respon pemerintah
Belanda bahkan lebih keras jika dibanding dengan tahun-tahun
sebelumny Sikap itu oleh argumen bahwa
13
masalah Irian Barat tidak dapat dilanjutkan “dalam kondisi diperas”.
Padalah dalam pikiran pihak Belanda sendiri telah berlaku sikap
umum: tidak ada yang dapat dilakukan berkaitan dengan situasi yang
sedang berlangsung dan kepentingan di Indonesia harus dianggap
sebagai kehilangan total. Sikap ini mengakibatkan hubungan
Indonesia dengan Belanda berkembang semakin buruk. 14
Semua organisasi buruh perkebunan di Jember terlibat aktif
dalam proses pemogokan. Rupanya aksi yang dilakukan oleh pihak
masyarakat perkebunan melebihi instruksi pemerintah. Pemogokan
di Jember dilakukan selama tiga hari. Buruh perkebunan tidak hanya
aksi di tanah-tanah di wilayah perkebunan, tetapi juga di kantor-
kantor administrasi perusahaan. 15
12 Joewono, ‘Perkebunan Perlu Ikut Membangun Indonesia Bagian Timur
dengan Jiwa dan Semangat Pengambilalihan 1957’, dalam Sasaran No.
24/IV, 1990, hlm. 49-50 dan 74.
13 W. F. Wertheim, Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Studi Perubahan
Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm. 290.
14 Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi, hlm. 77.
15 Wawancara Sumargo, 1 dan 2 Juni 2004.