Page 206 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 206
194 Tri Chandra Aprianto
memiliki beberapa alasan. Pertama-tama adalah sekedar melibatkan
beberapa kalangan dari bumi putera untuk lebih masuk dalam
struktur managemen kerja perkebunan. Kedua, situasi tahun
1945-1950-an memang tidak menentu bagi tuan kebun sehingga
dibutuhkan klaim pelibatan tenaga kerja dari kalangan bumi
putera dalam struktur perusahaan. Ketiga, kebutuhannya adalah
rasa aman dari gerakan yang dilancarkan kaum buruh perkebunan
yang juga ingin melakukan perubahan struktur agraria sebagaimana
disebutkan di atas.
2. Pengambilalihan dan Nasionalisasi
Di tengah situasi perkebunan yang tidak menentu pada tahun-
tahun awal paruh kedua 1950, tiba-tiba masyarakat perkebunan
dimobilisasi pemerintah oleh berita-berita di Radio Republik
Indonesia (RRI). Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri
Penerangan Sudibjo (Ketua Panitia Aksi Pembebasan Irian Barat)
memberikan instruksi guna mogok selama dua puluh empat jam
terhadap semua perusahaan Belanda. 6 Ini merupakan bagian dari
7
upaya penyitaan modal asing yang masih bercokol di Indonesia.
Upaya mewujudkan ekonomi nasional yang dilakukan dengan
proses pengambilalihan berbagai perusahaan milik Belanda
tersebut perwujudan kedaulatan
Sebelum berlakunya UU nasionalisasi perusahaan asing pada tahun
1958, proses pengambilalihan tersebut merujuk pada Onteigenings
Ordonanntie (peraturan penyitaan hak milik) tahun 1920. 8
6 Mengenai hal ini diberitakan oleh berbagai media seperti Indonesia
Raya, Suluh Indonesia dan Pedoman yang kesemuanya dimuat pada
tanggal 2 Desember 1957.
7 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia (Jakarta: Sinar Harapan
1986), hlm. 38-9.
8 Lihat Warta Niaga dan PerusahaanDesember 1958, hlm. 1. Lihat juga
3
, 1
Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia
(Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hlm. 45-6.