Page 202 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 202
190 Tri Chandra Aprianto
terhadap eksistensi kapital asing yang masih beroperasi secara
dominan.
Akibatnya, dinamika sejarah politik Indonesia pada periode
1945-hingga pertengahan 1960-an (baik itu yang berupa persaingan
antar kekuatan politik dan konlik diantara keduanya), pada dasarnya
menunjukkan gambaran tarik menarik antara dua kutub yang
berlainan. Pada satu sisi sebuah kutub yang ingin memantapkan
kehadiran birokrasi nasional (state building) dan menggalakkan
akumulasi kapital. Kendati ingin memantapkan kehadiran birokrasi
dengan semangat baru akibat adanya proklamasi, namun mengingat
adanya praktek akumulasi kapital yang sangat menguntungkan
sehingga yang dilakukan hanya sebatas “pelanggengan” semangat dari
tradisi feodal dan sistem kolonial. Hal ini sengaja dilanggengkan—
begitulah kira-kira—mengingat terdapat “sekelompok kecil” dari
kalangan elit masyarakat yang kala itu sangat diuntungkan oleh
kedua sistem warisan lama Sementara itu pada y
sebuah kutub yang radikal yang menginginkan adanya tindakan
y meninggalkan dua warisan baik tr f
sistem kolonial dengan semangat proklamasi.
Tindakan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di
Indonesia, termasuk perkebunan merupakan tindakan tegas untuk
melakukan perombakan struktur agraria kolonial. Partisipasi
masyarakat perkebunan dalam tindakan nasionalisasi ini sangat
menonjol pada periode ini.
A. Indonesianisasi, Pengambilalihan, dan
Nasionalisasi
1. Menuju Indonesianisasi
Dua wacana pengelolaan sumber-sumber agraria di wilayah
perkebunan antara melibatkan modal asing dengan tenaga sendiri
menjadi tema utama pada diskusi di tahun-tahun 1950-an. Pada sisi