Page 199 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 199

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  187


              utamanya  adalah  upaya  untuk  memiliki tanah  sendiri dan  keluar
              dari kehidupan sosial yang selama ini telah melingkupi mereka yaitu
              menjadi orang suruhan, dan itu oleh pihak modal asing.
                  Dalam  periode  ini, kendati terdapat  perbedaan  dan  dalam
              tingkat  tertentu  terjadi perebutan  dalam  memaknai penataan
              ulang sumber-sumber   agraria, namun  dalam  praksis  politiknya
              upaya  dari masyarakat  perkebunan  lebih  tertuju  pada  dominasi


              kekuatan     y  masih bercok    wilayah perk

              Sebagaimana  dijelaskan  dalam  bab  ini juga, bagaimana  kekuatan
              para  pemilik  hak  erfpacht masih  berkeinginan  melanjutkan  upaya
              untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi sumber-sumber agraria
              di  wilayah  perkebunan.  Ironisnya  dominasi  modal  asing  tersebut

              juga masih terlibat dalam pertarungan dan perebutan atas sumber-
              sumber  agraria  melalui ranah  politik  dan  masuk  melalui habitus
              di pemerintah. Sikap toleran dan cenderung untuk menganjurkan
              kompromi  dengan  kekuatan  modal  asing  juga  menjadi  wacana
              dominan   dalam  upaya  penataan  sumber-sumber  agraria. Para



              penganjur tersebut berar  bahwa jumlah

              pribumi dan  tenaga  trampil Indonesia  masih  belum  memadai.

              Walaupun   gagasan   k  dan arus besar mengar




              pada sikap a-kompromi kepada modal asing, namun bobot modalnya
              dalam  perspektif  Bourdieu  sangat  kuat, baik  modal budaya, sosial
              maupun   simboliknya. Bobot  modal tersebut  juga  diperkuat  lagi
              dengan  jaringan  yang tidak  hanya  dari dalam  negeri, tetapi juga
              dengan  kekuatan  asingnya. Dan  adanya  KMB mengakibatkan
              terbuka lebar kembali kekuatan modal asing untuk menghadirkan
              struktur agraria kolonial dan mengukuhkan dominasinya di wilayah

              ekonomoni perkebunan di Jember.
                  Dalam  perspektif  Bourdieu,  posisi obyektif  agen  dalam  ranah
              ditentukan atas dasar keragaman bentuk, jumlah, dan bobot relatif
              modal yang dimilikinya. Tidak  semata-mata  modal dalam   arti
              ekonomis, dan juga sedikit banyaknya agennya, tetapi kompleksitas
   194   195   196   197   198   199   200   201   202   203   204