Page 315 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 315
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 303
dihubungkan dengan persoalan keberhasilan pembangunan.
Parameter tersebut adalah kemiskinan, pengangguran, kebebasan
berpolitik dengan memberi ruang massa rakyat guna terlibat aktif
dalam proses pengambilan kebijakan, pembagian pendapatan dan
kekayaan, dampak tehnologi dalam proses produksi, dan lain-lain.
Berangkat dari pandangan hidup bernegara demikian,
menyebabkan rezim politik Orde Baru tidak pernah melihat
persoalan secara kompleks dan komperehensif. Dalam konteks
keagrariaan, negara tidak pernah melihat masalah sumber daya
agraria sebagai satu kesatuan yang utuh dengan komunitas hidup
dan berkembang di dalam dan di sekitarnya, baik itu masyarakatnya
maupun makhluk hidup lainnya, di samping berbagai persoalan
sosial seperti yang telah disebutkan di atas. Selain itu ia juga
merupakan potensi ekonomi yang mampu menghidupi rakyat
banyak, bisa berupa hutan, sungai, gunung, dan pegunungan serta
lahan pertanian.
Bagi para penyelenggara negara Orde Baru, sumber daya agraria
hanya dipandang sebatas sebagai sumber komoditas yang dapat
dieksploitasi guna menambah devisa negara. Semua kebijakan,
strategi, dan intervensi yang dilaksanakan oleh rezim politik Orde
Baru mangarah pada (sekedar) eksploitasi sumber daya agraria.
Bahkan dalam satu konsepnya terjadi proses manipulasi tafsiran
UUPA 1960. Secara konseptual UUPA 1960, akan tetapi hanya
dijadikan legitimasi kekuasaan, karena maknanya ditafsirkan sesuai
dengan kebutuhan, dalam rangka akumulasi kapital. 45
Dengan demikian yang menikmati hasil dari lahirnya kebijakan
seperti itu adalah mereka yang memiliki akses pada sumber
kekuasaan dan/atau Secara ringkas dapat dikatakan bahw
semua sumber daya agraria pada tingkatan tertinggi dikuasai
45 Endang Suhendar dan Ifdhal Kasim, Tanah Sebagai Komoditas, Kajian
Kritis Atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru (Jakarta: ELSAM, 1996),
hlm. 52-99.