Page 310 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 310
298 Tri Chandra Aprianto
Negara (HMN). Hak tersebut berdasar atas UUD 1945, Pasal 33 ayat
3, yang menyatakan, ” Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.” Secara teoritik pula asas domein
verklaring menempatkan penguasa kolonial menjadi pemilik sah
atas tanah. Sementara hak ini kebalikan dari kolonial, penyelengara
negara tidak sebagai pemilik tanah, tapi sebagai pengatur dan
35
penyelenggara peruntukkan tanah demi kemakmuran rakyat.
Berangkat dari HMN ini terdapat berbagai macam hak atas tanah,
seperti Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan
(HGB), Hak Pakai, dan sebagainya. Kendati begitu, pemegang hak
harus mempergunakannya sebagaimana yang telah dipersyaratkan
oleh UUPA, karena hak-hak tersebut mengandung fungsi sosial. 36
Pada titik inilah muncul tafsir dari rezim politik Orde Baru yang
sama sekali berbeda dengan yang di atas. Kendati Orde Baru memberi
makna pejoratif atas UUPA 1960, namun keberadaan UUPA 1960 tetap
dibiarkan dan diberi tafsir yang sesuai dengan kepentingan politik
ekonominya. Orde Baru menafsirkan HMN dengan menghadirkan
kembali sistem yang pernah berlaku pada era kolonial. Menghidupan
asas domein verklaring yang dulu dihapus dengan susah payah oleh
para pendiri bangsa. Orde Baru dengan semena-mena menyerahkan
sumber-sumber agraria dan memberikan fasilitas yang luar biasa
kepada pemodal besar untuk mengeksploitasinya tanpa menghiraukan
makna sosial yang terkandung dalam UUPA 1960 dan sumbernya
pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
35 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannyaakarta:
(
J
Jambatan, 1997), hlm. 237-47. Lihat Pasal 2 ayat (2) UUPA secara tegas
pula dijabarkan isi kewenangan dari hak menguasai negara tersebut,
adalah ’mengatur dan menyelenggarakan persediaan tanah’. Substansi
Pasal tersebut dapat ditafsirkan termasuk persediaan tanah bagi
keberlanjutan pembangunan untuk kepentingan umum.
36 Boedi Harsono, Hukum Agraria, hlm. 262-70.