Page 323 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 323
308 Tri Chandra Aprianto
D. Kesimpulan
Periode ini ditandai dengan perubahan orientasi pembangunan
nasional, hal itu menyebabkan terjadinya perubahan kebijakan
politik agraria. Pada masa sebelumnya, sebagaimana dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya, pemerintah memiliki dasar pemikiran bahwa
kebijakan politik agraria nasional diupayakan untuk kemakmuran
rakyat melalui penataan ulang atas sumber-sumber agraria yang
lebih adil sesuai amanat UUPA 1960. Akan tetapi pada periode ini
kebijakan politik agraria nasionalnya ditujukan untuk pertumbuhan
yang berbasis pada modal asing (utang luar negeri). Semua sumber-
sumber agraria dialokasikan kepada sektor-sektor pembangunan
yang secara langsung dapat mendorong tingkat pertumbuhan
ekonomi nasional yang tinggi.
Guna mewujudkan gagasan tersebut rezim politik membutuhkan
stabilitas politik dan jalan yang digunakan adalah pendekatan
keamanan. Pada titik ini masyarakat perkebunan berada pada titik
trauma dan ketakutan yang luar biasa akibat terjadinya peristiwa 1965-
66. Tidak ada lagi ruang untuk memperebutkan wacana penataan
ulang atas sumber-sumber agraria yang lebih adil. Wacana agraria
sudah diambil oleh negara dengan stigma yang negatif. Bahkan
pada aw tahun 1970-an telah ber pengeluaran masyar
perkebunan, baik yang telah menggarap lahan perkebunan maupun
yang sudah dengan jelas menerima redistribusi dari program
landreform.
Pada titik ini rezim politik mengembalikan situasi struktur
agraria seperti masa kolonial, yakni menggerakkan ekonomi
perkebunan dengan pola hak erfpacht dan menghidupkan kembali
sistem domein verklaring. Kendati begitu, untuk pengelolaan
ek perkebunan tidak diserahkan pada para pengusaha sw
seperti era kolonial. Rezim politik Orde Baru memperkuat struktur
dominasi perusahaan yang sempat hadir pasca nasionalisasi, yaitu
badan-badan kepanjangan tangan dari negara yang mengatur