Page 328 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 328

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  313


              tanah-tanah  perkebunan  mulai ditinggalkan  oleh  para  pengusaha
              pemilik  hak  erfpacht, dimana  masyarakat  perkebunan  yang paling





              bawah menerima dampak y    parah karena pengangguran dan




              k  Realitas keagrariaan  wilayah perkebunany  demikian

              ini, tentu saja menyebabkan berbagai tindakan kolektif dari masyarakat
              perkebunan serta dari kalangan pergerakan nasional saat itu.
                  Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah militer merancang
              dengan hati-hati sebuah skema untuk menarik simpati masyarakat
              perkebunan. Skema  simpatik  itu  berupa  mendorong masyarakat
              perkebunan  untuk  membantu   pemerintah  militer  Jepang guna
              memenuhi kebutuan   perang. Masyarakat  perkebunan  menyambut
              dengan  suka  cita, berbondong-bondong mulai menduduki dan
              menggarap tanah-tanah perkebunan tersebut. Terlebih lagi, sambutan
              dari masyarakat perkebunan pada periode ini berhimpitan dengan
              tidak  semata-mata  kebutuhan  ekonomi karena  krisis  sebelumnya,
              tapi juga  politik. Apa  yang terjadi pada  masa  pendudukan  militer
              Jepang tersebut menjadi penyemangat bagi masyarakat perkebunan
              untuk  terlibat  aktif  dalam  pengelolaan  perkebunan. Akan  tetapi
              terdapat sikap ambivalensi dari pemerintah militer Jepang tentang
              tata kelola tanah-tanah di perusahaan perkebunan. Pada periode ini
              Jepang memperkenalkan tata kelola perusahaan perkebunan adalah

              bekas milik para pengusaha Belanda. Selanjutnya tata kelola tersebut
              tidak  lagi  diusahakan  oleh  pengusaha  swasta  sebagaimana  pada

              masa  kolonial Hinda  Belanda, tapi tata  kelolanya  sudah  menjadi
              perusahaan  negara. Pada  titik  ini yang berlangsung adalah  tanah
              peruntukannya  bukan  untuk  masyarakat  perkebunan  yang sudah
              mulai menggarap   dan  memanfaatkan  tanah-tanah  perkebunan,






                diperuntukkan pada perusahaan milik negar  Inilah titik aw

              konlik-konlik agraria   wilayah perkebunan pada




              selanjutnya yang berbentuk antara masyarakat dengan negara.
                  Tuntutan  untuk  keterlibatan  lebih  aktif  tersebut  berlangsung
              pada  tahun-tahun  1945-50  sebagaimana  dijelaskan  pada  bab
   323   324   325   326   327   328   329   330   331   332   333