Page 329 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 329

314   Tri Chandra Aprianto


            keempat, dan  itu  menjadi prakarsa  dari masyarakat  perkebunan
            untuk  melakukan  penataan  ulang sumber-sumber  agraria  yang
            sebelumnya  dirasakan  tidak  adil. Pada  tahun-tahun  ini suara
            masyarakat perkebunan untuk perubahan struktur agraria semakin
            lantang secara  politik. Gerakan-gerakan  masyarakat  perkebunan
            yang semakin  terorganisir  tersebut  merupakan  tantangan  yang
            mengejutkan bagi kelompok yang selama ini menikmati keberadaan
            struktur  agraria  kolonial. Tuntutan  masyarakat  perkebunan  pada
            periode ini berhimpitan secara masif dengan organisasi sosial politik
            yang mulai berkembang saat  itu. Secara  mengejutkan  pula  pada
            tahun-tahun ini struktur ekonomi perkebunan sempat mengalami
            kegoncangan  akibat  tuntutan  masyarakat  perkebunan  yang untuk
            kali ini berhimpitan  dengan  prakarsa  negara. Formasi Organisasi

            dan  manajemen  perusahaan  perkebunan  di Jember  mengalami


              dimana perwakilan   or  masyarakat

            terlibat dalam pengelolaan perkebunan.
                Pada  tahun-tahun  ini, meski formasi kekuasaan  elite  berubah
            drastis dari kolonial ke nasional, namun kecenderungan kekuasaan
            dalam memandang keberadaan perkebunan sendiri hampir-hampir
            tidak  berubah. Kecenderungan  tersebut  dapat  dilihat  dari adanya
            sikap  kompromi terhadap  kekuatan  modal Belanda  yang masih

            kuat. Akibatnya  perusahaan  perkebunan  harus  kembali dikelola
            oleh  para  pemilik  hak  erfpacht, yang sebagian  besar  telah  pulang
            ke  negeri asal. Sementara  tanah-tanah  yang telah  digarap  oleh
            masyarakat  perkebunan  menyisakan  persoalan  yang hingga  saat
            ini masih  berlangsung. Pada  titik  ini terjadi kegagalan  memanfaat
            momentum    perombakan  struktur  agraria  produk  kolonial, yang





            melahirkan struktur politik y  membelah kelas atas dan baw


            struktur ekonomi yang timpang hanya menguntungkan kelas atas,
            serta  struktur  sosial yang didominasi oleh  struktur  atas. Padahal
            dalam  momentum   pertama  ini partisipasi aktif  dari masyarakat
            perkebunan  dalam  upaya  penataan  ulang atas  sumber-sumber
   324   325   326   327   328   329   330   331   332   333   334