Page 202 - Seluk Beluk Masalah Agraria : Reforma Agraria dan Penelitian Agraria
P. 202
Seluk Beluk Masalah Agraria
duduk Ngandagan menjadi satu kelompok yang solid adalah
karena mereka sangat mengindahkan Lurah mereka. Untuk
memahami alasan lainnya, marilah kita perhatikan sejenak situasi
umum Kabupaten Purworejo secara keseluruhan.
Pada Pemilihan Umum 1955, wilayah Kabupaten Purwo-
rejo menjadi basis kuat Partai Nasional Indonesia (PNI). Ini berarti
desa Ngandagan merupakan “bisul” yang dimatangkan oleh
kalangan PNI sendiri. Pada tahun 1947, seperti disinggung di
muka, desa Ngandagan di bawah kepemimpinan Lurah Sumo-
tirto menjalankan landreform dan konsolidasi areal perumahan
tanpa menunggu instruksi ataupun meminta ijin dari pemerin-
tahan yang lebih tinggi. Suatu langkah yang sangat tidak lazim,
mengingat aturan normal menuntut setiap kebijakan mendasar
yang diambil di desa harus, paling tidak, dilaporkan kepada peme-
rintahan di atasnya. Tanpa mampu mencegah langkah ini, maka
Bupati, Camat dan para Lurah di desa sekeliling secara blak-
blakan menuding desa ini sebagai “Ngandagan Komunis”. Pen-
duduk Ngandagan, seperti penduduk desa pada umumnya,
yang tidak banyak memahami apa sebenarnya arti dari menjadi
PNI, NU atau Komunis, akhirnya mengambil kesimpulan seder-
hana. Perubahan-perubahan yang telah dibuat oleh Lurah
Sumotirto mereka rasakan telah menimbulkan berbagai per-
baikan. Upaya-upaya itu membuat penduduk lain mencap mere-
ka sebagai komunis. Maka kesimpulan mereka, berarti komunis
itu baik. Demikianlah, mereka kemudian menjadi pengikut PKI.
Meskipun desa Ngandagan dapat dipandang sebagai
sebuah komunitas yang solid, namun ini tidak berarti bahwa
tidak terdapat cerminan protes sama sekali. Maka tidak dapat
disangkal kebenaran dari apa yang dinyatakan Wertheim bah-
165