Page 217 - Seluk Beluk Masalah Agraria : Reforma Agraria dan Penelitian Agraria
P. 217
Gunawan Wiradi
Secara bersamaan, sejak tahun 1952 Dinas Pembangunan
Usaha Tani (DPUT) merencanakan program pengembangan
masyarakat. Dalam program ini dilaksanakan berbagai upaya
untuk mendorong warga desa menggulirkan “berbagai ke-
giatan swadaya yang terorganisir”. Apa yang dituju oleh dimak-
sud oleh Dinas ini bukanlah mendirikan sebuah organisasi for-
mal dengan statuta yang lengkap, melainkan lebih sebuah
asosiasi informal yang melaluinya warga membuat berbagai
inisiatif untuk melakukan sesuatu. “Organisasi” dengan mak-
sud demikian dinamakan Kertani, kependekan dari Kerukunan
Tani. Namun, ketika program ini sampai ke desa Ngandagan,
asosiasi dalam pengertian demikian sudah terlebih dulu ada di
desa ini, yakni kelembagaan yang diperkenalkan oleh Lurah
Sumotirto.
Ironisnya, ketika DPUT kemudian memperkenalkan ga-
gasan ini, adalah Lurah Sumotirto sendiri yang mentransfor-
masikan organisasi informal yang sudah ada itu menjadi orga-
nisasi formal yang memiliki statuta, dengan dirinya sendiri se-
bagai Ketua dan Carik sebagai sekretarisnya. Maka Kertani yang
kini ada di Ngandagan menjadi sebangun dengan “desa” itu
sendiri. Ia bukan lagi formasi yang mengakomodasi aktivitas-
aktivitas yang muncul dari bawah. Melainkan Ketuanya-lah,
melalui otoritasnya dalam posisi sebagai Lurah, yang memberi
perintah kepada Seksi-seksi dalam Kertani untuk melakukan
sesuatu. Kendatipun semua penduduk desa menjadi anggota
Kertani, namun tidak semuanya benar-benar paham mengenai
apa yang akan mereka peroleh dengan menjadi anggota. Apa
yang mereka tahu adalah perintah dari Lurah atau istrinya.
Kegiatan arisan (pertemuan rutin ibu-ibu di mana iuran uang
180