Page 221 - Seluk Beluk Masalah Agraria : Reforma Agraria dan Penelitian Agraria
P. 221
Gunawan Wiradi
ma pembahasan dalam forum ini muncul dua alternatif lain.
Pertama diajukan oleh Kartodikromo, saat itu adalah Polisi Desa
dan kemudian menjadi Kaum atau Modin (anggota Pamong
Desa yang menangani urusan agama). Kartodikromo mengu-
sulkan bahwa akan lebih baik jika keseluruhan tanah, dan bukan
sekedar tanah “kelebihan” yang disisihkan dari pemotongan,
yang didistribusikan ulang sehingga prinsip “sama rata” dapat
betul-betul diterapkan. Dia beralasan bahwa pembaruan yang
diusulkan Lurah akan berarti bahwa distribusi hak-hak atas tanah
akan tetap tidak merata karena para kuli baku, kendati tanahnya
telah dipotong, akan tetap dalam kedudukannya dengan hak
atas tanah yang lebih luas dibanding yang lain, padahal tanah-
tanah kulian secara historis adalah milik desa.
Alternatif kedua disampaikan oleh dua penentang, yaitu
Martosudarmo (saat itu Congkok dan kemudian Kamitua) dan
Salam (Carik). Keduanya termasuk dalam pengikut PNI. Dalam
pandangan keduanya, gagasan yang diajukan Lurah dapat
dianggap sebagai pemaksaan dalam derajat tertentu dan tidak
demokratis. Oleh karena itu mereka cenderung membiarkan
sistem penguasaan tanah yang sekarang ada terus berlangsung.
Namun menyangkut penyakapan, keduanya mengusulkan agar
bagi hasil dengan rasio sepertiga untuk pihak penggarap mesti
didorong.
Bagaimana kedua alternatif ini bisa tersisih tampaknya
merupakan prestasi dari seseorang yang berpengaruh besar di
desa, yaitu Tirtosumo. Dia telah menjabat sebagai Congkok di
desa selama bertahun-tahun sebelum pergantian kepada
Pamong Desa yang sekarang. Dia adalah orang kaya di desa
dan menantu dari Lurah sekarang. Agaknya karena “hubungan
184