Page 230 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 230
I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
212
pengelompokan jenis-jenis tanah adat menjadi tiga yaitu: a) kepemilikan
oleh perseorangan yang dapat berupa meh/huma/ladang munggu, dan
Jamin; b) kepemilikan oleh keluarga berupa Tanah Tembawang serta; c)
kepemilikan oleh persekutuan masyarakat hukum adat yang berupa Tanah
Wakaf dan Rimba.
1. Penguasaan Tanah oleh Komunitas
Dalam konstruksi hukum adat, wilayah masyarakat hukum adat
merupakan cakupan hak ulayat. Hak individual hanya dapat eksis dalam
cakupan hak ulayat, sehingga di atas tanah yang telah dilekati suatu
hak maupun yang tidak dilekati suatu hak merupakan cakupan hak
ulayat. Hanya saja atas tanah individual (yang telah dilekati suatu hak),
hubungan individu dengan tanahnya sangat kuat, sedangkan hubungan
antara masyarakat sebagai suatu kesatuan dengan tanah tidak kuat/
lemah. Sebaliknya atas tanah-tanah di luar yang dimiliki secara individual,
intensitas hubungan antara tanah dengan masyarakat sangat kuat, disisi
lain hubungan individu dengan tanah lemah.
Berdasarkan penguasaannya, tanah ulayat pada suku Minangkabau
terbagi menjadi ”tanah pusako tinggi” yaitu tanah ulayat nagari, tanah
ulayat suku, dan tanah ulayat kaum dan ”tanah pusako rendah”, yaitu tanah-
tanah yang diperoleh dari pemberian, hibah, atau membuka lahan sendiri
(menaruko). Tanah ulayat nagari merupakan hak persekutuan , yang di
13
dalamnya terdapat hak penduduk satu kesatuan ”nagari”, yang pengelolaan
dikuasakan kepada penghulu nagari yaitu Kerapatan Adat Nagari. Tanah
ini digunakan untuk fasilitas umum atau masih berupa rimba, sebagai
cadangan untuk dibuka suatu saat, ketika penduduk nagari (masyarakat
adat) sudah membutuhkan.
Masyarakat adat juga dikatakan sebagai masyarakat satuan komunitas
terkecil yang mampu mengurus dirinya sendiri. Penguasaan tanah oleh
13 Hak persekutuan mempunyai akibat keluar dan kedalam. Akibat ke dalam
antara lain memperbolehkan anggota persekutuan untuk menarik keuntungan
dari tanah dengan segala yang ada di atasnya, misalnya mendirikan rumah,
berburu, maupun menggembalakan ternak. Izin hanya sekedar dipergunakan
untuk keperluan hidup keluarga dan diri sendiri, bukan untuk diperdagangkan.
Akibat keluar ialah larangan terhadap orang luar untuk menarik keuntungan
dari tanah ulayat, kecuali setelah mendapat izin dan sesudah membayar uang
pengakuan (recognitie), serta larangan pembatasan atau berbagai peraturan
yang mengikat terhadap orang-orang untuk mendapatkan hak-hak perorangan
atas tanah.