Page 232 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 232

I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
            214

            Dasar  dan  Anggaran Rumah  Tangga  yang  mengatur hirarki  dan  sistem
            koordinasi Organisasi Masyarakat Adat Dayak untuk bersinergi, mulai dari
            Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi,
            Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten/Kota, Lembaga Pemangku Hukum
            Adat (Kedamangan), Dewan Adat Dayak Kecamatan dan Dewan Adat Dayak
            Desa/Kelurahan. Secara organisatoris (formal) unit sosial masyarakat adat
            Dayak pada hakekatnya adalah berupa Lembaga Kademangan di tingkat
            kecamatan yang dipimpin oleh sebuah Damang.
                Terkait dengan unit-unit kelompok sosial ini, akan menjadi kendala
            saat mendaftarkan hak ulayat pada otoritas pertanahan guna kepentingan
            keperdataan  adat  yaitu  dalam hal  menentukan  siapa  subyek haknya?
            Apakah ketua adat masing-masing kelompok (405 kelompok suku Dayak)
            atau Damang kepala adat (tingkat kecamatan) yang berwenang mengelola
            hak-hak adat serta mengatur dan menetapkan kepemilikan, penguasaan,
            pemanfaatan dan pembagian tanah adat, sehingga dapat sebagai subyek
            hak atas tanah ulayat?
                Secara umum, menurut Purbacaraka dan Halim (1993), hak atas tanah
            adat yang terdapat pada berbagai suku di Indonesia dapat dibedakan atas
            dua bentuk, yaitu: ”hak  ulayat” dan ”hak  pakai”. Hak  ulayat merupakan
            hak meramu atau mengumpulkan hasil hutan serta hak untuk berburu.
            Pada hak ulayat yang bersifat komunal ini, pada hakekatnya terdapat pula
            hak  perorangan  untuk  menguasai  sebagian  dari  objek  penguasaan  hak
            ulayat  tersebut. Untuk  sementara  waktu,  seseorang  berhak mengolah
            serta menguasai  sebidang  tanah  dengan mengambil hasilnya,  tetapi
            bukan berarti bahwa hak  ulayat  atas  tanah  tersebut menjadi  terhapus.
            Hak ulayat tetap melapisi atau mengatasi hak pribadi atau perseorangan
            tersebut. Hak ulayat baru pulih kembali bila orang yang bersangkutan telah
            melepaskan  hak  penguasaannya  atas  tanah  ulayat  tersebut.  Sementara
            hak pakai membolehkan seseorang untuk memakai sebidang tanah bagi
            kepentingannya,  biasanya terhadap tanah  yang  pengolahannya  secara
            intensif.

                Tanah  ulayat  suku adalah  tanah-tanah  yang dikuasai  dan dikelola
            oleh suatu suku secara turun temurun, yang pengaturannya juga dikuasasi
            oleh penghulu suku bersangkutan. Bentuk hak penguasaan yang berlaku
            sesungguhnya didasari oleh satu tujuan yang luhur. Di masyarakat Dayak
            misalnya,  tanah  tidak hanya berfungsi  sebagai benda  ekonomis belaka,
            tetapi merupakan basis politik, sosial, budaya dan spritual. Pada sub suku
   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236   237